Menu

Mode Gelap
Pemerintah Pastikan Ekonomi Stabil Meski Tarif PPN Naik Jadi 12 Persen Mahfud MD: Wacana Maafkan Koruptor Berisiko Langgar Hukum Ketum PSSI Janji Lakukan Evaluasi Usai Timnas Gagal ke Semifinal Timnas Indonesia Gagal ke Semifinal Piala AFF 2024 usai Takluk 0-1 dari Filipina Geo Dipa Energi Ungkap Strategi Maksimalkan Potensi Panas Bumi Indonesia

Internasional · 22 Sep 2024 17:17 WIB ·

Nasib CSTO di Bawah Bayang-Bayang Perang Ukraina: Cengkeraman Rusia Makin Rapuh


 Nasib CSTO di Bawah Bayang-Bayang Perang Ukraina: Cengkeraman Rusia Makin Rapuh Perbesar

Suaraindo.com – Nasib Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (Collective Security Treaty Organisation/CSTO), aliansi militer negara-negara bekas Soviet yang dipimpin Rusia, kini menjadi sorotan. Seiring dengan perang Rusia-Ukraina yang berlangsung selama tiga tahun, cengkeraman Moskow atas CSTO tampak semakin lemah, dan peran historisnya sebagai pemimpin utama di Asia Tengah dan Kaukasus pun mulai memudar.

CSTO, yang dibentuk pada tahun 1992 sebagai respons atas runtuhnya Uni Soviet untuk mengisi kekosongan keamanan di Eurasia, kini menghadapi tantangan serius terkait daya saing dan kelangsungan hidup. “Namun tiga dekade kemudian, blok tersebut berjuang dengan masalah serius terkait daya saing dan kelangsungan hidup,” kata analis Armenia, Hakob Badalyan, seperti dikutip dari AFP (22/9/2024).

Ketegangan internal CSTO semakin kontras dengan keberhasilan Rusia dalam memperkuat aliansi dengan negara-negara seperti China, India, Iran, Korea Utara, dan beberapa negara Afrika, meski di tengah konflik dengan Ukraina. Menurut Badalyan, keterbatasan sumber daya Rusia akibat perang Ukraina membuat negara itu kesulitan menjalankan perannya sebagai pemimpin militer-teknis CSTO.

Aliansi CSTO terdiri dari Rusia, Belarusia, Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, dan Armenia. Namun, aliansi ini mulai retak, terutama setelah Armenia memboikot organisasi tersebut, meski secara resmi masih menjadi anggota. Armenia menuduh CSTO, dan secara implisit Rusia, meninggalkannya saat berkonflik dengan Azerbaijan.

Masalah Armenia bukanlah tantangan keanggotaan pertama CSTO. Sebelumnya, Georgia dan Azerbaijan keluar dari aliansi pada tahun 1999, dan Uzbekistan mengikuti langkah yang sama pada 2012. Upaya untuk mengajak Uzbekistan dan Turkmenistan bergabung kembali tahun lalu juga gagal.

Di tengah tekanan, negara-negara Asia Tengah dan Armenia memilih memperkuat hubungan dengan Amerika Serikat dan Eropa. Sementara Rusia memandang Barat sebagai ancaman eksistensial, CSTO kehilangan dukungan penuh dari anggotanya, termasuk dalam konflik Ukraina. Bahkan, Belarusia yang sangat bergantung pada Rusia secara finansial dan militer, tidak mengakui klaim teritorial Rusia atas Ukraina timur.

CSTO, meski masih berperan dalam kawasan, semakin dipertanyakan kemampuannya untuk bertindak sebagai alternatif NATO yang kuat di bawah kepemimpinan Rusia yang kini tengah diuji.

Artikel ini telah dibaca 49 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

AS Batalkan Hadiah Rp162 M untuk Penangkapan Pemimpin Baru Suriah

21 December 2024 - 12:30 WIB

Kemlu RI Sebut Peningkatan Jumlah WNI ke Kamboja Terkait Industri Judi Online

21 December 2024 - 12:19 WIB

Misteri Drone di Pangkalan NATO: AS Buka Suara Soal Aktivitas Jet Tempur

21 December 2024 - 12:15 WIB

Berlakukan Sanksi terhadap Iran

20 December 2024 - 13:19 WIB

Kritik Dunia di KTT D-8, Presiden Prabowo: HAM Bukan untuk Orang Muslim, Ini Sangat Menyedihkan

20 December 2024 - 13:17 WIB

Kunjungan Diplomatik Presiden Prabowo di Mesir, Fokus pada Kerja Sama Strategis Multilateral

19 December 2024 - 13:58 WIB

Trending di Internasional