Suaraindo.com – Meskipun menuai kritikan global, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dengan tegas menginstruksikan warga sipil untuk meninggalkan Rafah, wilayah di selatan jalur Gaza, sebelum wilayah tersebut dibombardir sebagai bagian dari upaya militer menargetkan kelompok militan Hamas.
Sikap ini menunjukkan ketegasan Israel dalam menghadapi kelompok tersebut, tanpa memperdulikan kekhawatiran internasional mengenai nasib hampir 1,5 juta pengungsi yang kini berada di Rafah, yang merupakan korban dari konflik yang berkelanjutan.
“Tujuan kami untuk menghabisi batalion teroris yang tersisa di Rafah sejalan dengan memungkinkan penduduk sipil meninggalkan Rafah. Ini bukanlah sesuatu yang akan kami lakukan dengan tetap mengunci penduduk di tempat,” kata Netanyahu, seperti dilaporkan oleh AFP.
Kendati mendapat kecaman dari berbagai pihak internasional, Netanyahu dengan tegas menyatakan bahwa Israel akan melanjutkan operasinya di Rafah, menegaskan kembali posisi negaranya bahwa tidak ada tekanan internasional yang akan menghalangi mereka dari mencapai tujuan perangnya.
Tindakan ini mencerminkan sikap tak tergoyahkan Israel terhadap Hamas, meskipun terdapat imbauan untuk menghindari eskalasi kekerasan yang dapat memperburuk kondisi kemanusiaan di Rafah.
Kepala Organisasi Kesehatan Dunia, Tedros Adhanom Ghebreyesus, secara spesifik telah meminta Israel untuk mempertimbangkan dampak kemanusiaan dari tindakannya dan menghindari serangan ke Rafah, menyoroti potensi bencana kemanusiaan yang dapat terjadi.
Sementara itu, Amerika Serikat, sebagai sekutu penting Israel, menyatakan posisi mereka yang tidak dapat mendukung operasi di Rafah tanpa adanya rencana yang jelas untuk melindungi warga sipil, menunjukkan adanya ketidaksepakatan bahkan dengan negara-negara sekutunya.
Penegasan ulang Netanyahu atas rencana Israel di Rafah datang di tengah meningkatnya ketegangan dengan Washington, terutama setelah kritik dari Pemimpin Mayoritas Senat AS, Chuck Schumer, yang menyerukan kepada Israel untuk mengadakan pemilihan umum baru sebagai langkah menuju perdamaian.
Netanyahu menanggapi kritik tersebut dengan mengatakan, “Kami bukan republik pisang,” menunjukkan ketidaksetujuannya dengan intervensi eksternal dan mempertahankan posisi kerasnya meski di bawah tekanan internasional.
Sikap ini menunjukkan keteguhan Israel di bawah kepemimpinan Netanyahu dalam menghadapi kritikan dan menegaskan kembali komitmen mereka terhadap tindakan militer yang diambil.
(BNI)