Menu

Mode Gelap
Hadapi HMPV, Masyarakat Diminta Tetap Tenang KPK Periksa Ahok Sebagai Saksi Kasus Korupsi Pengadaan LNG Pertamina Dukung Pemenuhan Kebutuhan Susu MBG, IPB Kirim Peternak Sapi Perah Dikirim ke AS Belanja ATK Kementrian/Lembaga Capai Rp. 44,4 Triliun Keanggotaan Indonesia di BRICS Perluas Pengaruh Global

Hukum · 10 Dec 2024 10:00 WIB ·

Operasi Tangkap Tangan: Pilar Utama atau Hanya Sensasi?


 Operasi Tangkap Tangan: Pilar Utama atau Hanya Sensasi? Perbesar

Suaraindo.com – Operasi Tangkap Tangan (OTT) terus menjadi sorotan publik dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Di satu sisi, metode ini dipandang sebagai pendekatan paling efektif untuk menangkap pelaku korupsi dengan bukti kuat. Namun, di sisi lain, pelaksanaannya seringkali menuai kritik terkait standar operasional prosedur (SOP) dan potensi dramatisasi.

Wakil Kepala Satgassus Pencegahan Korupsi Polri, Novel Baswedan, menegaskan bahwa OTT merupakan cara terbaik dalam memberantas korupsi. “Dengan OTT, penyidik dapat memperoleh bukti objektif yang membuat pelaku sulit mengelak,” ujar Novel dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Jakarta Selatan, Senin (9/12/2024). Dia menambahkan bahwa OTT tidak hanya menangkap pelaku, tetapi juga mencegah potensi kerugian negara pada proyek tertentu.

Namun, perspektif berbeda disampaikan oleh Ahmad Sahroni, Wakil Ketua Komisi III DPR RI. Ia setuju dengan efektivitas OTT tetapi menyoroti pelaksanaan yang sering tidak sesuai SOP. “Ada kesan OTT didramatisasi untuk kepentingan tertentu, dan ini tidak boleh terjadi di KPK periode baru ini,” kata Sahroni. Ia menyerukan agar tata cara OTT diperbaiki untuk menghindari kecurigaan publik.

Sementara itu, KPK melalui Juru Bicara Tessa Mahardhika menyatakan bahwa OTT tetap relevan sebagai salah satu alat penindakan, meskipun mereka juga memanfaatkan metode penyelidikan terbuka untuk kasus-kasus besar. “Dalam beberapa bulan terakhir, OTT di Bengkulu, Pekanbaru, dan Riau membuktikan bahwa pendekatan ini masih efektif,” ujar Tessa.

Di tengah perdebatan ini, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menekankan pentingnya OTT sebagai “terapi kejut” untuk masyarakat. Ia juga mengakui bahwa metode ini sering menimbulkan pro dan kontra. “OTT memang menciptakan keriuhan, tetapi ini perlu untuk memberi pesan tegas kepada publik bahwa korupsi tidak akan ditoleransi,” katanya.

Namun, tidak semua pihak sepakat dengan keberlangsungan OTT. Beberapa tokoh, seperti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Wakil Ketua KPK terpilih Johanis Tanak, menyampaikan kritik terhadap metode ini. Mereka mengusulkan pendekatan berbasis digitalisasi dan penguatan sistem sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan.

Terlepas dari pandangan yang beragam, fakta menunjukkan bahwa OTT kerap menjadi pintu masuk untuk membongkar kasus korupsi yang lebih besar. Dalam kasus terbaru di Bengkulu, OTT berhasil mengungkap dugaan pemerasan oleh Gubernur nonaktif Rohidin Mersyah dan mengamankan barang bukti signifikan.

Perdebatan seputar OTT mencerminkan tantangan kompleks dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Meskipun metode ini mendapat dukungan luas dari masyarakat, pelaksanaannya yang kerap tidak optimal menimbulkan pertanyaan tentang masa depan OTT dalam sistem penegakan hukum di Indonesia. Apakah metode ini akan terus menjadi andalan, atau justru digantikan oleh pendekatan baru yang lebih sistematis?

Artikel ini telah dibaca 7 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Hadapi HMPV, Masyarakat Diminta Tetap Tenang

9 January 2025 - 15:08 WIB

KPK Periksa Ahok Sebagai Saksi Kasus Korupsi Pengadaan LNG Pertamina

9 January 2025 - 15:07 WIB

Dukung Pemenuhan Kebutuhan Susu MBG, IPB Kirim Peternak Sapi Perah Dikirim ke AS

9 January 2025 - 15:05 WIB

Belanja ATK Kementrian/Lembaga Capai Rp. 44,4 Triliun

8 January 2025 - 12:59 WIB

Keanggotaan Indonesia di BRICS Perluas Pengaruh Global

8 January 2025 - 12:56 WIB

Pemerintah Hapus Pungutan BPHTB, PBG, dan PPN untuk Pembelian Rumah

8 January 2025 - 12:18 WIB

Trending di Ekonomi