Suaraindo.com – Deklarasi darurat militer yang diumumkan oleh Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol memicu ketegangan politik di negara itu. Keputusan tersebut langsung dibatalkan oleh parlemen setelah sidang yang penuh drama.
Pada 7 Desember 2024, ribuan pengunjuk rasa berkumpul di depan Majelis Nasional di Seoul, menyerukan pemakzulan Presiden Yoon. Mereka menuntut agar Yoon mundur setelah ia secara tiba-tiba memberlakukan darurat militer, meskipun hanya berlangsung singkat.
Sebelumnya, partai oposisi menggelar demonstrasi di tangga Majelis Nasional, yang dipimpin oleh Ketua Partai Demokrat (DP), Lee Jae-myung. Mereka juga menuntut pemakzulan Yoon atas langkah darurat tersebut.
Krisis politik ini semakin memanas setelah keputusan Yoon mengumumkan darurat militer, yang merupakan yang pertama dalam lebih dari 40 tahun. Namun, keputusan tersebut segera dibatalkan dalam sidang yang penuh ketegangan di parlemen.
Tindakan Yoon memicu kekhawatiran internasional, termasuk dari sekutu utama Korea Selatan, Amerika Serikat. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menyambut baik keputusan pencabutan darurat militer tersebut.
Partai-partai oposisi telah mengajukan mosi pemakzulan terhadap Yoon di parlemen. Dengan mayoritas besar di Majelis Nasional yang beranggotakan 300 anggota, mereka hanya membutuhkan sedikit dukungan dari partai yang mendukung presiden untuk meloloskan mosi tersebut.
Krisis politik ini juga berimbas pada pasar keuangan, di mana bursa saham Seoul ditutup turun lebih dari satu persen pada hari Rabu, mencerminkan kekhawatiran pasar terkait ketidakstabilan politik yang sedang berlangsung.