Suaraindo.com – Sebuah penelitian yang diterbitkan di JAMA menemukan bahwa seorang perempuab yang menggunakan alat KB hormonal seperti intrauterine device (IUD) memiliki risiko kanker payudara lebih tinggi. Hal ini tentu membuat ketakutan yang berlebih di kalangan masyarakat awam, khususnya wanita.
Menanggapi hal ini, spesialis obstetri dan ginekologi dr Fedrik Monte Kristo, SpOG tidak membantah bahwa IUD hormonal memang bisa meningkatkan risiko kanker. Namun demikian, ia menegaskan ada banyak faktor lain yang berpengaruh.
“Jadi nggak serta merta ketika dia pakai (IUD Hormonal) pasti langsung kena kanker payudara, nggak. Datanya nggak bilang pasti,” ungkal dr Fedrik dikutip dari detikcom, Sabtu (26/10).
“Tapi pasti ada faktor lain, genetik. Faktor lingkungan seperti dia hidup nggak sehat, sering makan-makanan yang zat karsinogenik kayak bakar-bakaran itu meningkatkan risiko,” jelas dr Fedrik.
dr Fedrik menjelaskan, KB IUD hormonal juga terbilang sangat jarang digunakan di Indonesia. Pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) lebih memilih memberikan IUD non-hormonal.
“Kebanyakan di kita itu KB yang non-hormonal, itu yang dikasih pemerintah secara gratis. Kalau dari BKKBN itu namanya Copper T. Dia nggak punya kadar hormon di dalamnya,” imbuhnya.
dr Fedrik mengajak masyarakat untuk tidak terlalu takut secara berlebih terhadap KB IUD Hormonal ini. Pasalnya, IUD merupakan salah satu metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) yang disarankan pemerintah, selain implan.
“Jadi dua KB itu masih yang sangat baik, dari segi efektivitasnya dan pemakaian jangka panjang,” pungkasnya.
Namun, tidak semua wanita bisa memenuhi syarat untuk menggunakan KB spiral ini, baik yang hormonal maupun non-hormonal.
“KB hormonal itu sangat selektif, misalnya wanita yang punya riwayat darah tinggi, obesitas, hipertensi tidak disarankan,” katanya.
“Wanita yang memiliki riwayat infeksi panggul atau keputihan berulang itu juga tidak disarankan,” tambahnya.