Suaraindo.com – Pemerintah memastikan perekonomian tetap terkendali meskipun tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Langkah ini diiringi berbagai upaya untuk menjaga inflasi tetap rendah dan pertumbuhan ekonomi sesuai target.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menyatakan bahwa inflasi akan dipertahankan di kisaran 1,5–3,5 persen sesuai proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
“Inflasi saat ini rendah di 1,6 persen. Dampak kenaikan PPN ke 12 persen adalah 0,2 persen,” jelasnya dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (22/12).
Ia juga optimistis pertumbuhan ekonomi tetap solid. Untuk tahun 2024, pertumbuhan diproyeksikan di atas 5 persen, sementara target APBN 2025 adalah 5,2 persen. Optimisme ini didukung oleh berbagai stimulus ekonomi yang disiapkan pemerintah.
“Tambahan paket stimulus bantuan pangan; diskon listrik; buruh pabrik tekstil, pakaian, alas kaki, dan furnitur tidak bayar pajak penghasilan (PPh) setahun; pembebasan PPN rumah; dan lain-lain akan menjadi bantalan bagi masyarakat,” ujar Febrio.
Namun, analisis dari Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN bisa mendorong inflasi hingga 4,11 persen pada 2025. Sebagai perbandingan, inflasi per November 2024 tercatat di angka 1,55 persen secara tahunan (year-on-year).
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) memandang dampak kenaikan PPN terhadap inflasi tidak signifikan. Deputi Gubernur BI, Aida S. Budiman, memperkirakan kenaikan inflasi akibat PPN hanya sebesar 0,2 persen.
Sementara itu, Yusuf Rendy Manilet dari Center of Reform on Economics (CORE) menilai paket stimulus pemerintah cukup inklusif dalam memitigasi dampak kenaikan PPN. Namun, ia mengingatkan perlunya evaluasi terhadap durasi dan cakupan insentif yang diberikan.
Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, menyoroti pentingnya diskon tarif listrik. Ia menilai kebijakan ini akan membantu meringankan beban biaya hidup, khususnya bagi keluarga berpenghasilan rendah yang bergantung pada listrik bersubsidi. Abra juga mendesak pemerintah memastikan implementasi diskon listrik tepat sasaran dan berdampak jangka panjang pada pola konsumsi masyarakat.
Pemerintah berkomitmen untuk terus memantau dinamika ekonomi dan memastikan kebijakan yang diterapkan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat luas.