Suaraindo.com – Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant bertemu di Washington DC pada Selasa (26/3/2024) di tengah ketegangan kedua negara setelah Amerika Serikat abstain dalam pemungutan suara resolusi DK PBB yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza. Hamas menganggap Israel telah kehilangan perlindungan diplomatiknya akibat resolusi tersebut.
Dalam pertemuan itu, Austin salah satunya mengatakan kepada Yoav Gallant, bahwa korban sipil di Gaza terlalu tinggi dan menyarankan alternatif lain selain operasi besar Israel di Gaza selatan.
Sebuah delegasi Israel yang terpisah seharusnya mengunjungi Washington untuk membahas keprihatinan AS atas rencana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu melancarkan serangan ke kota Rafah.
Namun, Israel membatalkan kunjungan tersebut setelah Amerika Serikat abstain dalam pemungutan suara pada Senin (25/3/2024). “Di Gaza hari ini, jumlah korban sipil terlalu tinggi, dan jumlah bantuan kemanusiaan terlalu rendah,” kata Austin di awal pertemuan, sebagaimana dikutip dari Kantor berita AFP. Tidak disebutkan oleh Austin seberapa banyak korban jiwa yang telah ditimbulkan akibat serangan Israel di Gaza. Namun, Kementerian Kesehatan di Gaza terakhir mengumumkan kampanye militer Israel telah menewaskan sedikitnya 32.414 orang di Gaza, sebagian besar tidak lain adalah perempuan dan anak-anak.
Setelah pertemuan tersebut, seorang pejabat senior Pentagon mengatakan kepada para wartawan, Austin telah membahas harapannya bahwa negosiasi akan segera menghasilkan pembebasan semua sandera. Sekitar 130 orang diyakini masih ditahan di Gaza setelah mereka ditangkap dalam serangan Hamas pada 7 Oktober.
Amerika Serikat telah mendukung Israel dengan dukungan militer dan diplomatik, namun telah menyuarakan kekecewaannya terhadap Netanyahu seiring dengan meningkatnya jumlah korban jiwa di Jalur Gaza dan memburuknya situasi kemanusiaan.
Pejabat Pentagon mengatakan kepada wartawan, bahwa Austin telah mengakui perlunya membongkar batalion-batalion Hamas di Rafah. Namun, disebutkan, Austin juga telah menekankan “keharusan moral” dan “kepentingan strategis bersama” sekutu-sekutunya untuk melindungi warga sipil.
“Menlu mengungkapkan tujuan kami untuk membantu Israel menemukan alternatif dari operasi militer skala penuh dan mungkin prematur yang dapat membahayakan lebih dari satu juta warga sipil yang berlindung di Rafah,” katanya.
“Dan untuk melakukan itu, ada persyaratan untuk memastikan bahwa warga sipil tersebut dapat pergi, dapat melakukannya dengan aman, dan dapat memenuhi kebutuhan kemanusiaan mereka saat mereka menuju ke bagian lain dari Gaza,” tambah pejabat Pentagon itu.
Dia mengatakan, Gallant telah menyatakan komitmennya untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Pejabat tersebut tidak merinci alternatif invasi yang disarankan oleh Austin, tetapi menunjuk pada perlunya peningkatan bantuan kemanusiaan dan mengatakan sebuah koridor kemanusiaan maritim diharapkan dapat beroperasi dalam beberapa minggu.
Ia menyampaikan sekitar 200 truk bantuan masuk ke Gaza setiap hari, naik dari sekitar 100 truk pada bulan Februari.
Sementara itu, pejabat Pentagon tersebut menolak menjawab ketiak ditanya apakah Austin yakin bahwa operasi Rafah tidak akan berjalan sampai ada diskusi lebih lanjut dengan Amerika Serikat.