Menu

Mode Gelap
Tanggapan PDIP Atas Putusan MK Hapus Aturan Presiden Threshold 20% Kejagung Tanggapi Sindiran Prabowo Terkait Vonis Ringan Harvey Moeis Pakar Pertahanan Connie Bakrie Ingatkan Dasco untuk Jaga Presiden Prabowo Prabowo Diprediksi Lebih Memilih Kedekatan dengan Megawati daripada Jokowi Dua Polisi Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Dipecat karena Kasus Pemerasan Penonton DWP

Internasional · 27 Jul 2024 09:06 WIB ·

Laos Terjerat Utang China: Proyek Infrastruktur BRI Tak Beri Hasil Sesuai Harapan


 Laos Terjerat Utang China: Proyek Infrastruktur BRI Tak Beri Hasil Sesuai Harapan Perbesar

Suaraindo.com — Sebagai bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/BRI), China telah mengucurkan pinjaman bernilai miliaran dolar AS kepada Laos untuk pengembangan infrastruktur energi dan jalur kereta api berkecepatan tinggi. Proyek-proyek besar ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Laos dalam jangka panjang. Salah satu proyek utama adalah pembangunan bendungan hidroelektrik di Sungai Mekong, dengan tujuan menjadikan Laos sebagai “baterai” Asia Tenggara. Namun, hingga kini, proyek-proyek tersebut belum memberikan keuntungan ekonomi yang signifikan.

Data ekonomi terbaru menunjukkan bahwa Laos menghadapi beban utang yang besar, mencapai 13,8 miliar dolar AS pada akhir 2023, yang mewakili lebih dari 100 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Utang dari China sendiri mencapai setengah dari total utang luar negeri Laos sebesar 10,5 miliar dolar AS.

Zachary Abuza, seorang profesor di National War College, Washington, yang berfokus pada Asia Tenggara, menyatakan bahwa Laos sedang menuju krisis utang.

“Beban utangnya tidak hanya dari China. Laos memiliki utang yang sangat tinggi dan utang tersebut tidak digunakan secara produktif,” ujarnya kepada DW.

Proyek jalur kereta api yang seharusnya meningkatkan konektivitas ke Bangkok, Thailand, juga tidak memberikan manfaat ekonomi yang diharapkan. Hal ini menyebabkan penurunan nilai tukar mata uang Kip sebesar 30 persen pada tahun 2023 dan inflasi yang melonjak, menjadikan inflasi Laos sebagai yang tertinggi kedua di kawasan ini.

Pemerintah China mengklaim telah melakukan yang terbaik untuk membantu Laos mengurangi beban utangnya. Namun, Abuza berpendapat bahwa tanggung jawab atas masalah ekonomi Laos juga harus dipikul oleh pemerintah setempat yang terlalu banyak berutang untuk proyek-proyek yang tidak memberikan pengembalian yang diharapkan. Pinjaman dari China dikenakan bunga 4 persen, yang tergolong tinggi untuk proyek konstruksi, dibandingkan dengan pinjaman dari Jepang dan Bank Dunia yang biasanya di bawah 1 persen.

China selama ini dituduh oleh negara-negara Barat menerapkan “jebakan utang” dengan membiayai proyek-proyek besar di negara berkembang yang akhirnya kesulitan membayar kembali pinjamannya. Namun, Abuza menegaskan bahwa kesalahan terbesar terletak pada pemerintah Laos yang membuat keputusan untuk berutang dalam jumlah besar tanpa pertimbangan yang matang mengenai pengembalian ekonominya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China menyatakan bahwa Beijing umumnya harus mengambil risiko politik dan keamanan yang tinggi untuk proyek-proyek ini. Jika Laos bangkrut, China berisiko kehilangan uang yang disimpan di rekening Bank of China atau aset dalam bentuk pertukaran ekuitas

Artikel ini telah dibaca 41 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Lonjakan Kasus Human Metapneumovirus di China, Terbanyak Anak-anak

1 January 2025 - 11:22 WIB

5 Aset Kripto Berpotensi Cuan di 2025

1 January 2025 - 11:18 WIB

Jokowi Masuk Nominasi Pemimpin Terkorup Dunia 2024 Versi OCCRP, Peringkat Pertama Dipegang Bashar Al-Assad

1 January 2025 - 11:14 WIB

Mantan Presiden AS Jimmy Carter Meninggal Dunia di Usia 100 Tahun

30 December 2024 - 13:19 WIB

Hacker Pro-Rusia Serang Kemlu dan Bandara di Italia, DDoS Dilancarkan

29 December 2024 - 15:17 WIB

Manmohan Singh Dimakamkan dengan Penghormatan Negara: Dunia Berkabung atas Kepergian Negarawan Besar

28 December 2024 - 17:06 WIB

Trending di Internasional