Suaraindo.com – Menteri Luar Negeri RI Sugiono meminta maaf terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin dikarenakan Presiden Prabowo Subianto tidak bisa hadir dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) BRICS. Sugiono menjelaskan bahwa Prabowo tidak bisa hadir karena keperluan mendesak.
“Saya ingin mengucapkan terima kasih atas undangan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menghadiri pertemuan puncak yang terhormat ini. Dan izinkan saya menyampaikan salam hormat dari Presiden Subianto, yang meskipun sangat antusias untuk menghadiri pertemuan puncak ini, sayangnya tidak dapat hadir karena komitmennya yang mendesak setelah pelantikannya empat hari yang lalu,” jelas Sugiono dalam keterangan di website Kemlu.go.id, Jumat (25/10).
Namun demikian, Sugiono memandang pertemuan BRICS tetap penting, terlebih di tengah kritis yang tengah dialami dunia. Dia pun turut berbicara persoalan di Palestina dan Lebanon.
“Saat para pemimpin Global Selatan bertemu untuk membahas masa depan yang lebih baik, saudara-saudari kita di Palestina dan Lebanon sedang mengalami mimpi buruk terburuk mereka. Dan bulan ini menandai satu tahun sejak perang Israel di Gaza di mana sedikitnya 5% penduduk Gaza tewas, 72% rumah hancur, 84% fasilitas kesehatan rusak atau hancur, dan sistem pendidikan runtuh,” katanya.
Sugiono pun menekankan bahwa Indonesia sangat mengharapkan adanya hukuman atas kekejaman yang terjadi di Lebanon dan tempat lainnya. Dia juga mengimbau gencatan senjata segera, demi mewujudkan perdamaian dan pertikaian.
“Negara-negara di belahan bumi selatan harus berdiri di sisi sejarah yang benar, membantu Gaza untuk pulih, mengakui negara Palestina. Bagi mereka yang belum melakukannya, yang pada akhirnya menjadikan solusi dua negara menjadi kenyataan. Kami juga menghargai upaya murah hati oleh negara-negara di sekitar meja untuk mendukung saudara-saudari Palestina kita menuju pemulihan dan kenormalan. Namun, kita masih harus menggandakan upaya kita dan kita harus melakukannya sekarang,” imbuh Menlu Sugiono.
“Yang Mulia, Kurangnya tindakan kolektif terhadap kekejaman ini mencerminkan kebenaran yang suram, bahwa sistem multilateral saat ini tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Sementara itu, tantangan global berkembang dari ancaman pandemi di masa depan, menjadi teknologi yang mengganggu seperti Kecerdasan Buatan, Internet of Things. Dan lembaga-lembaga seperti Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan arsitektur keuangan internasional tidak lagi mencerminkan kenyataan saat ini,” terangnya.
Sugiono juga membahas terkait adanya standar ganda terhadap sejumlah negara dalam mendukung perdamaian dunia. Dia juga bicara terkait kontribusi Indonesia sebagai jembatan bagi negara maju dan negara berkembang.
“Dan untuk berkontribusi pada upaya ini, kami harus bertekad pada hak atas pembangunan sambil juga memastikan pembangunan berkelanjutan. Kita menghadapi tantangan ganda berupa perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. Di satu sisi, kita menghadapi krisis iklim yang berdampak pada ekonomi dan cara hidup kita. Namun pada saat yang sama, prinsip Tanggung Jawab Bersama tetapi Berbeda belum dipatuhi. Ini harus diperbaiki: negara berkembang membutuhkan ruang kebijakan, sementara negara maju juga harus menghormati komitmen mereka. Kita juga perlu sepenuhnya mendukung reformasi sistem multilateral. Tata kelola global harus diubah agar sesuai dengan tujuannya,” pungkasnya.
Sugiono pun menekankan forum BRICS bisa menjadi perekat bagi negara-negara berkembang dan negara-negara maju. Karena itu lah, dia menilai prinsip-prinsip yang dipegang BRICS sejalan dengan Indonesia.
“Indonesia merasa bahwa prinsip-prinsip panduan BRICS dan komitmen berkelanjutan BRICS, khususnya untuk memberantas kemiskinan dan kelaparan dengan menjamin ketahanan pangan dan energi bersih sejalan dengan program pemerintahan Presiden Subianto, yaitu swasembada pangan, swasembada energi dengan menggunakan biofuel, dan juga salah satu program terpenting dalam pemerintahannya adalah investasi sumber daya manusia dengan menyediakan makanan untuk anak sekolah dan ibu hamil,” ungkapnya.
“Oleh karena itu, merupakan suatu kehormatan bagi saya sebagai utusan khusus Presiden Republik Indonesia untuk mengumumkan niat Indonesia untuk bergabung dengan BRICS dan menjadi anggotanya. Dengan demikian, Indonesia akan dapat lebih mendukung upaya BRICS untuk memajukan tujuan dan kepentingan negara-negara berkembang. Dan sekaligus berkontribusi pada pemeliharaan tatanan dunia yang berdasarkan kebebasan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,” tambahnya.