Suaraindo.com – Para mahasiswa yang menjadi korban dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus FerienJob di Jerman mengungkapkan rasa terima kasih mereka kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) atas upaya mereka dalam mengungkap kasus ini.
Dalam sebuah video yang diposting oleh Kapolri di Instagram, yang dilihat oleh detikcom pada Selasa, 26 Maret 2024, seorang mahasiswi dari Universitas Jambi bernama Ramayana mengungkapkan, “Terima kasih banyak kepada Bapak Kapolri yang sudah memberikan kepastian hukum kepada saya dan teman-teman.”
Seorang korban lain dari Universitas Negeri Semarang, Arilinta, juga merasa bahwa Polri telah memberikan mereka keadilan dengan menangkap dan menetapkan status tersangka kepada para agen yang terlibat dalam kasus perdagangan orang tersebut. “Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kapolri, Bareskrim dalam menegakkan keadilan,” kata Arilinta.
Mahasiswi Universitas Dian Nuswantoro, Issa, juga menyatakan penghargaannya terhadap Polri, “Saya sangat mengapresiasi kinerja Polri atas hal yang telah menimpa kami,” ucap Issa.
Dari Universitas Binawan, Anissa, salah satu korban, merasa lega karena agen-agen yang bertanggung jawab telah ditangkap. “Terima kasih banyak kepada Bapak Kapolri Dengan menetapkan para agen sebagai tersangka,” ungkap Anissa.
Atase Polri untuk KBRI di Berlin, Kombes Shinto Silitonga, dalam video yang sama, mengatakan bahwa pihaknya telah mendampingi korban sejak Oktober 2023. Shinto, yang sebelumnya menjabat sebagai Kabid Humas Polda Banten, juga menyebutkan bahwa beberapa korban sempat diberikan tempat tinggal di rumah dinasnya.
“Sejak Oktober sampai dengan Desember, kami terus mendampingi mahasiswa korban Ferienjob. Bahkan juga beberapa di antaranya tinggal di rumah atau di kediaman Atase Kepolisian. Dan pada saat kami bersama, kami selalu diskusi dan mengeksplor fakta-fakta yang dialami oleh adik-adik mahasiswa Ferienjob,” jelas Shinto.
Shinto juga menyebutkan bahwa mereka telah memotivasi korban untuk berbicara mengenai pengalaman mereka meskipun mereka sempat takut karena intimidasi. “Dan di situ juga kami memotivasi mereka untuk berani bersuara, karena dalam konteks itu mereka selalu mendapat intimidasi dan kemudian takut untuk menyuarakan hal-hal yang sebenarnya benar, yang dialami oleh mereka,” tambah Shinto.
(BNI)