Suaraindo.com – Rektor Universitas Udayana, I Ketut Sudarsana, menegaskan bahwa kerja sama kampusnya dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) Komando Daerah Militer IX/Udayana tidak akan serta-merta membawa unsur militerisme ke dalam lingkungan kampus.
“Kerja sama ini tidak bertujuan untuk membawa praktik militer ke dalam dunia kampus,” kata Sudarsana seperti dikutip dari keterangan resmi, Selasa, 1 April 2025. Sudarsana menambahkan bahwa program kerja sama yang disepakati tersebut akan bersifat edukatif dan partisipatif, tanpa mengganggu independensi kampus. Kerja sama ini, lanjutnya, akan disesuaikan dengan prinsip-prinsip Tri Dharma Perguruan Tinggi.
“Kami ingin meluruskan bahwa kerja sama ini tidak akan mengintervensi ruang akademik atau kebebasan berpikir di kampus,” katanya.
Terkait dengan pelatihan bela negara yang dikhawatirkan bisa menjadi pintu masuk militerisme, Sudarsana menjelaskan bahwa pelatihan tersebut akan berfokus pada pendidikan karakter, seperti kuliah umum dari tokoh TNI mengenai kebangsaan. Tujuan pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kedisiplinan dan wawasan kebangsaan.
“Pelatihan bela negara bersifat non-militeristik,” ujarnya.
Sudarsana juga menyampaikan bahwa Universitas Udayana tetap terbuka terhadap kritik yang berkaitan dengan program kerja sama tersebut dan siap membuka ruang dialog untuk membahasnya, termasuk dengan mahasiswa.
Universitas Udayana telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Kodam IX/Udayana pada Rabu, 5 Maret 2025. Pengumuman kerja sama ini dilakukan melalui akun Instagram resmi Universitas Udayana pada 26 Maret 2025. Dokumen kerja sama tersebut mencakup beberapa klausul, seperti peningkatan sumber daya manusia, pertukaran data dan informasi, serta pelatihan bela negara. Dalam dokumen itu juga disebutkan bahwa Kodam IX/Udayana diberikan kewenangan untuk menggelar pelatihan bela negara dan pembinaan teritorial di lingkungan kampus.
Masuknya militer ke beberapa perguruan tinggi, termasuk di Bali dan Papua, kini tengah menjadi sorotan dan memicu beragam kritik dari berbagai pihak. Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Khairul Munadi, menekankan pentingnya menjaga kebebasan akademik, otonomi perguruan tinggi, dan prinsip-prinsip demokrasi dalam setiap bentuk kerja sama.