Suaraindo.com – Ukraina melancarkan serangan terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaporozhye di kota Energodar, yang merupakan fasilitas nuklir terbesar di Eropa dan telah berada di bawah kendali Rusia sejak Februari 2022. Serangan ini terjadi setelah Ukraina mendapatkan bantuan peralatan militer dari Amerika Serikat dan sekutunya.
PLTN Zaporozhye, yang mampu menghasilkan daya hingga 6 GW, mengalami kebakaran hebat di menara pendinginnya akibat serangan tersebut. Pihak pengelola PLTN menyatakan bahwa upaya pemadaman telah dilakukan dan operasional pembangkit listrik tidak terpengaruh oleh serangan ini.
Gubernur Wilayah Zaporozhye, Yevgeny Balitsky, mengonfirmasi bahwa sistem pendingin PLTN terbakar, namun memastikan bahwa keenam reaktor dalam kondisi mati dingin dan tidak ada risiko ledakan. Latar belakang radiasi di sekitar PLTN dan kota Energodar juga dilaporkan tetap normal.
Perusahaan nuklir Rusia, Rosatom, mengecam serangan tersebut dan mengkategorikannya sebagai aksi terorisme nuklir. Mereka menegaskan bahwa serangan ini ditujukan pada peralatan yang seharusnya berfungsi untuk mendinginkan pembangkit listrik dalam mode operasi standar.
“Serangan ini dapat dianggap sebagai tindakan terorisme nuklir yang dilakukan oleh otoritas Ukraina,” ujar perwakilan Rosatom. Mereka juga menambahkan bahwa Ukraina secara sistematis telah menyerang PLTN Zaporozhye dan kota Energodar, dengan serangan besar sebelumnya terjadi pada bulan April dan Juni.
Di sisi lain, Gubernur Sementara Wilayah Kursk, Alexey Smirnov, mengadakan pertemuan dengan Wakil Menteri Pertahanan Rusia, Andrey Bulyga, untuk membahas situasi di wilayah perbatasan menyusul upaya Ukraina menguasai Kursk. Smirnov menegaskan bahwa tambahan pasukan telah tiba di wilayah tersebut, dan langkah-langkah terus diambil untuk memastikan keselamatan warga sipil.
Situasi tetap menantang, namun Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan bahwa semua langkah yang diperlukan sedang dilakukan untuk menstabilkan kondisi di wilayah perbatasan.