Suaraindo.com – Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi menaikkan tarif impor hingga 25% terhadap Kanada dan Meksiko, serta menggandakan tarif barang dari China menjadi 20%. Kebijakan ini mulai berlaku pada Selasa (4/3/2025) dan langsung memicu ketegangan dengan tiga mitra dagang utama AS.
Trump beralasan bahwa ketiga negara tersebut gagal menghentikan aliran opioid fentanil dan bahan kimianya ke AS, sehingga ia mengambil langkah proteksionis ini. Namun, langkah tersebut berisiko mengganggu perdagangan bilateral yang mencapai US$2,2 triliun per tahun.
Pemerintah Kanada langsung menanggapi dengan kebijakan tarif balasan 25% atas barang impor AS senilai 30 miliar dolar Kanada (US$20,7 miliar). Perdana Menteri Justin Trudeau bahkan mengancam akan menambah tarif lebih lanjut terhadap barang senilai 125 miliar dolar Kanada (US$86,2 miliar) jika kebijakan AS tidak dicabut dalam 21 hari.
“Tarif ini akan mengganggu hubungan dagang yang sangat sukses,” ujar Trudeau, menuduh kebijakan Trump melanggar perjanjian dagang USMCA yang ditandatangani sendiri oleh Trump pada periode pertama kepresidenannya.
Dari sisi Meksiko, Presiden Claudia Sheinbaum dijadwalkan mengumumkan respons negaranya dalam konferensi pers pada Selasa pagi waktu setempat. Kementerian Ekonomi Meksiko menyebut bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan langkah balasan terhadap kebijakan AS.
Selain Meksiko dan Kanada, Trump juga meningkatkan tarif terhadap barang China dari 10% menjadi 20%. Barang-barang yang terdampak termasuk smartphone, laptop, konsol gim, jam tangan pintar, dan perangkat Bluetooth.
Pemerintah China telah mengumumkan niatnya untuk melakukan tindakan balasan. Media pemerintah Global Times memperkirakan bahwa Beijing kemungkinan akan menargetkan produk pertanian dan pangan asal AS.
Sebelumnya, petani AS mengalami kerugian besar akibat perang dagang pertama Trump, dengan ekspor turun sekitar US$27 miliar, dan pangsa pasar mereka di China diambil alih oleh Brasil.
Para ekonom memperingatkan bahwa tarif ini berpotensi menghantam ekonomi Amerika Utara. Rantai pasokan industri otomotif, mesin, energi, dan pertanian bisa terganggu, sementara biaya produksi akan meningkat.
“Keputusan sembrono ini akan mendorong Kanada dan AS ke dalam resesi, kehilangan lapangan kerja, dan menciptakan bencana ekonomi,” kata Candace Laing, CEO Kamar Dagang Kanada.
Pasar keuangan langsung bereaksi negatif terhadap kebijakan ini. Saham global anjlok, sementara investor beralih ke obligasi sebagai aset aman. Selain itu, nilai tukar dolar Kanada dan peso Meksiko melemah terhadap dolar AS.
Sementara itu, industri otomotif AS meminta agar kendaraan yang memenuhi standar USMCA dibebaskan dari tarif ini, mengingat lonjakan harga manufaktur ke level tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Dengan respons keras dari mitra dagangnya, kebijakan proteksionis Trump berisiko memperburuk ketidakstabilan ekonomi global dan memicu perang dagang jilid baru.