Suaraindo.com – Rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025 terus menuai kritik. Kebijakan yang bertujuan meningkatkan penerimaan negara ini dikhawatirkan memperburuk daya beli masyarakat. Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah menyiapkan langkah mitigasi. “Kami memahami tujuan kenaikan PPN ini, namun penting memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat rentan dan pelaku usaha kecil,” ujar Puan, Kamis (19/12/2024).
Simulasi Center of Economics and Law Studies (Celios) memprediksi kenaikan PPN menambah pengeluaran kelas menengah hingga Rp 354 ribu per bulan dan Rp 101 ribu untuk keluarga miskin. Dampaknya, daya beli domestik bisa turun 0,37% atau Rp 40,68 triliun, berpotensi mengurangi PDB hingga Rp 65,33 triliun.
Petisi daring ‘Bareng Warga’ di Change.org telah mengumpulkan lebih dari 100 ribu tanda tangan. Warganet dengan tagar #PajakMencekik dan #TolakPPN12Persen menilai kebijakan ini memberatkan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil. Rencana demonstrasi dan penyerahan petisi ke Istana Presiden hari ini menjadi simbol protes masyarakat.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan kenaikan PPN akan meningkatkan inflasi sebesar 0,2%. Deputi Gubernur BI Aida S. Budiman menilai dampaknya terbatas karena pemerintah memberikan pengecualian pada bahan pokok. Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan, insentif perpajakan senilai Rp 445 triliun akan diberikan untuk mendukung UMKM dan rumah tangga. Namun, pakar ekonomi Media Askar Wahyudi memperingatkan inflasi bisa mencapai 4,1%, melampaui target pemerintah. “Kenaikan pengeluaran akibat PPN 12% akan memengaruhi konsumsi domestik, yang menjadi motor utama ekonomi,” jelasnya.
Di Papua, wilayah dengan biaya hidup tinggi, kenaikan PPN memperburuk kesenjangan ekonomi. Ketua Kadin Papua Ronald Antonio Bonai menyatakan distribusi barang yang mahal akan semakin membebani masyarakat. “Kenaikan ini dapat memperparah kondisi ekonomi lokal,” ujarnya.
Pemerintah diharapkan mengoptimalkan bantuan sosial, subsidi barang esensial, dan insentif bagi usaha kecil. Evaluasi kebijakan secara berkala perlu dilakukan untuk memastikan dampak negatif dapat diminimalkan.
Kenaikan PPN 12% menjadi polemik yang menuntut transparansi dan mitigasi efektif. Kebijakan ini harus memastikan peningkatan penerimaan negara tidak menjadi beban bagi masyarakat, melainkan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.