Suaraindo.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan bahwa proyek hilirisasi nikel telah berhasil meningkatkan nilai ekspor secara signifikan. Nilai ekspor nikel dalam negeri melonjak dari Rp 33 triliun menjadi Rp 510 triliun, atau sekitar US$ 34 miliar, seperti yang disampaikan oleh Menko Luhut Binsar Pandjaitan.
Jokowi menjelaskan bahwa kebijakan hilirisasi dengan menghentikan ekspor bijih nikel awalnya menimbulkan pro-kontra, bahkan hingga berujung pada gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). “Dan kita kalah. Tapi saya sampaikan negara ini adalah negara yang berdaulat, kepentingan nasional adalah segala-galanya buat kita. Tidak bisa kita didikte oleh siapapun,” tegas Jokowi.
Jokowi menekankan pentingnya langkah Indonesia dalam membangun ekosistem industri kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) yang terintegrasi. Ia menyebutkan perkembangan smelter nikel di Morowali, Weda Bay, dan lokasi lainnya yang sudah mulai beroperasi. Selain itu, smelter milik Freeport dan Amman Mineral di Sumbawa dan Gresik juga akan segera berproduksi pada Agustus dan September.
Lebih lanjut, Jokowi menyebutkan bahwa produksi bauksit di Mempawah, Kalimantan Barat, ditargetkan mulai percobaan pada bulan depan. Ia optimistis jika seluruh ekosistem ini terwujud, Indonesia akan mampu masuk dalam rantai pasokan global dengan nilai tambah yang besar, terutama dalam hal rekrutmen tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi.
Presiden Jokowi juga telah meresmikan pabrik bahan anoda baterai lithium milik PT Indonesia BTR New Energy Material di Kendal, Jawa Timur, pada Rabu (7/7/2024). Jokowi mengapresiasi kecepatan pembangunan pabrik tersebut, yang hanya memerlukan waktu 10 bulan sejak penandatanganan kesepakatan di Beijing.
“Saya sangat menghargai kecepatan pembangunan pabrik ini. Baru 10 bulan yang lalu kita tandatangan di Beijing. Tau-tau pabriknya sudah jadi. Ini yang namanya kecepatan dan negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat, dan kita sekarang sudah jadi negara yang cepat,” tandas Jokowi.