Suaraindo.com – Dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi, Eddy Hiariej, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, mengekspresikan rasa keberatannya terhadap komentar Bambang Widjojanto (BW), anggota tim kuasa hukum pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Eddy menilai bahwa BW telah melakukan “pembunuhan karakter” dengan mengatakan bahwa Eddy masih terlibat dalam kasus yang diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Saya juga berhak untuk tidak terjadi character assassination, karena begitu dikatakan oleh saudara Bambang, hari ini pemberitaan dengan seketika mempersoalkan keberadaan saya,” Eddy mempertahankan posisinya dalam sidang tersebut.
BW sempat menyuarakan keberatannya atas kehadiran Eddy sebagai ahli yang diajukan oleh pihak Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dengan alasan bahwa Eddy sebaiknya tidak diizinkan menjadi ahli mengingat statusnya sebagai tersangka dalam kasus korupsi. “Seseorang yang menjadi tersangka apalagi dalam kasus tindak pidana korupsi, kalau untuk menghormati mahkamah ini sebaiknya dibebaskan untuk tidak menjadi ahli,” BW menyatakan.
Menanggapi hal ini, Eddy menekankan bahwa pemberitaan yang dijadikan acuan oleh BW tidak menyampaikan informasi secara lengkap. Eddy menjelaskan bahwa KPK memang mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Umum, tetapi status tersangkanya sudah dibatalkan setelah dia mengajukan gugatan praperadilan yang dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Putusan tanggal 30 membatalkan status saya sebagai tersangka,” ungkap Eddy.
Lebih lanjut, Eddy membalas dengan mengingatkan tentang kasus yang pernah menimpa BW sendiri, saat BW masih menjabat sebagai pimpinan KPK dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Berbeda dengan tindakannya yang langsung mengajukan praperadilan, Eddy menyoroti bahwa BW saat itu memilih untuk meminta deponering. “Jadi saya berbeda dengan saudara Bambang Widjojanto yang ketika ditetapkan sebagai tersangka, dia tidak men-challenge tapi mengharapkan belas kasihannya Jaksa Agung untuk memberikan deponering,” Eddy menegaskan perbedaan pendekatannya dengan BW.
Kuasa Hukum Paslon 02, Yusril Izha Mahendra, turut memberikan penjelasan terkait status hukum individu terkait dengan kasus korupsi, membedakan antara kasus yang dihentikan, menang di praperadilan, dan di-deponering. Menurut Yusril, status seseorang yang kasusnya di-deponering tetap sebagai tersangka “sampai kapan pun,” berbeda dengan mereka yang kasusnya secara resmi ditutup atau dibatalkan.
“Di-deponer perkaranya, status beliau itu apa sekarang ini? Tersangka selamanya, seumur hidup tersangka. Enggak bisa dibuka kembali lagi juga (kasusnya),” kata pakar hukum tata negara itu.