Suaraindo.com – Para pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) berencana melakukan aksi damai di Istana Negara dan Mahkamah Agung (MA) sebagai respons atas keputusan MA yang menolak kasasi Sritex, mempertegas status pailit perusahaan tersebut. Namun, Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menyatakan akan berusaha mencegah aksi tersebut.
“Kami akan membendung itu,” tegas Iwan kepada CNBC Indonesia, Selasa (24/12/2024).
Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group, Slamet Kaswanto, mengungkapkan bahwa konsolidasi dengan seluruh pekerja akan dilakukan pada Jumat mendatang untuk menentukan jadwal aksi. “Kami berencana melakukan aksi damai ke Istana Negara dan MA. Kami ingin pemerintah hadir secara nyata menyelesaikan polemik permasalahan kepailitan Sritex Group,” ujar Slamet.
Slamet menyebut keputusan MA sebagai “pahit dan melukai hati pekerja.” Menurutnya, di tengah situasi sulit, para pekerja tetap fokus menjaga produksi dan kondisi yang kondusif.
Status pailit Sritex memengaruhi sekitar 15.000 pekerja langsung dan 50.000 lainnya secara tidak langsung, termasuk UMKM, lembaga pendidikan, dan masyarakat sekitar. “Jika pabrik ditutup dan aset dilelang oleh kurator, dampaknya akan sangat besar,” kata Slamet.
Ia menambahkan, “Kami shock, sedih, dan kecewa. Kami tidak ingin kejadian ini menimpa perusahaan lain yang tengah menghadapi tantangan bisnis serupa.”
Slamet mendesak pemerintah untuk campur tangan membebaskan Sritex dari jeratan pailit, mengingat perusahaan ini adalah aset strategis nasional. Sritex merupakan satu-satunya perusahaan di Asia Tenggara yang memiliki lisensi memproduksi seragam NATO.
“Sritex telah mengharumkan nama Indonesia di industri tekstil internasional. Kami ingin pemerintah mendukung usaha dalam negeri, bukan justru memberikan karpet merah untuk investor asing yang belum tentu membawa kemakmuran bagi pekerja lokal,” pungkasnya.
Manajemen Sritex sendiri berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA untuk mencari solusi atas keputusan pailit yang mengguncang stabilitas perusahaan. Langkah ini dilakukan sebagai upaya terakhir menyelamatkan masa depan perusahaan dan para pekerjanya.