Suaraindo.com – Popularitas Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba terus menurun menjelang pemilihan umum pada 27 Oktober mendatang. Berbagai survei menunjukkan penurunan tajam dalam tingkat persetujuan terhadap kabinetnya, yang memperburuk peluang Partai Demokratik Liberal (LDP) dan koalisinya, Komeito, untuk mempertahankan mayoritas. Meskipun Ishiba diangkat sebagai pemimpin LDP dengan harapan membawa citra baru, berbagai skandal dan ketidakpuasan publik terhadap kebijakan ekonomi telah membuat posisinya semakin rapuh.
Menurut survei Kyodo News yang dilakukan pada 19-20 Oktober, tingkat persetujuan kabinet Ishiba turun menjadi 41,4 persen, sementara tingkat ketidaksetujuan mencapai 40,4 persen. Angka ini menandai penurunan dari minggu sebelumnya dan menunjukkan tren penurunan yang konsisten. Bahkan, survei terpisah oleh Asahi Shimbun, sebuah surat kabar berhaluan liberal, menunjukkan dukungan hanya mencapai 33 persen, lebih rendah dari tingkat ketidaksetujuan yang mencapai 39 persen.
Hasil-hasil ini lebih buruk dibandingkan dengan pemilu perdana yang dihadapi pendahulunya, Fumio Kishida, pada tahun 2021, yang mencatat tingkat persetujuan sebesar 42 persen. Analis memperingatkan bahwa kinerja yang buruk dalam pemilu mendatang dapat membuat Ishiba kehilangan legitimasi hanya beberapa minggu setelah menjabat, memaksa LDP untuk lebih mengandalkan Komeito dan membuka peluang bagi tantangan kepemimpinan di internal partai.
Penurunan popularitas Ishiba juga dipengaruhi oleh serangkaian skandal yang menjerat LDP, termasuk keterkaitan dengan Gereja Unifikasi dan dugaan dana gelap yang melibatkan laporan keuangan palsu senilai 600 juta yen. Meskipun Ishiba berjanji untuk mereformasi partai dan menindak tegas mereka yang terlibat, langkah-langkah tersebut dianggap setengah hati, sehingga memperlemah kepercayaan publik.
“Publik tidak puas karena Ishiba terlalu cepat mundur dari sikap tegas dalam menangani skandal dana gelap. Hal ini membuatnya terlihat lemah dan tidak konsisten,” ujar Stephen Nagy, seorang profesor politik di International Christian University, Tokyo. Selain itu, langkah Ishiba yang menarik diri dari rencana kemitraan NATO-Asia menjelang KTT ASEAN baru-baru ini semakin mengikis kredibilitasnya.
Situasi semakin genting dengan munculnya tantangan dari faksi-faksi konservatif di dalam LDP, yang dipimpin oleh Sanae Takaichi, mantan pesaing Ishiba dalam pemilihan kepemimpinan partai. Takaichi dianggap siap untuk mengambil alih kepemimpinan jika Ishiba gagal membawa perubahan yang diharapkan. Kondisi ini menimbulkan spekulasi bahwa Ishiba bisa digantikan dalam waktu kurang dari enam bulan jika situasi tidak segera membaik.
Saat ini, LDP memegang 247 kursi di parlemen, lebih dari cukup untuk mayoritas bersama Komeito yang memiliki 32 kursi. Namun, mempertahankan 233 kursi yang dibutuhkan untuk mayoritas tampaknya semakin sulit mengingat rendahnya tingkat persetujuan pemerintah. Survei Yomiuri mengungkapkan bahwa sekitar 120 dari 266 kandidat di konstituen tunggal berada dalam persaingan ketat, dan sekitar 40 kandidat menghadapi tantangan berat.
Banyak yang percaya bahwa pemilu kali ini bukan hanya tentang mempertahankan kekuasaan, tetapi juga menentukan arah baru bagi Jepang, mengingat ketidakstabilan politik yang kian meningkat. Ishiba dihadapkan pada pilihan sulit untuk mereformasi partai atau menghadapi kemungkinan digulingkan oleh lawan internalnya sendiri.