Suaraindo.com – Presiden RI Prabowo Subianto menyuarakan kritik terhadap vonis ringan yang dijatuhkan kepada pelaku korupsi, termasuk Harvey Moeis, dalam kasus pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk. tahun 2015–2022. Prabowo secara tidak langsung menyinggung hukuman 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar yang diterima Harvey Moeis, ditambah kewajiban membayar uang pengganti Rp210 miliar subsider dua tahun penjara.
Dalam pidatonya di acara Musrenbangnas RPJMN Tahun 2025–2029 di Jakarta, Senin (30/12/2025), Prabowo menyerukan para hakim untuk tidak ragu memberikan hukuman berat kepada koruptor yang telah merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah.
“Saya mohon ya, kalau sudah jelas-jelas melanggar, jelas mengakibati kerugian triliunan, ya semua unsur lah. Terutama juga hakim-hakim yang vonisnya jangan terlalu ringan lah,” tegas Prabowo.
Ia juga menyoroti bahwa masyarakat Indonesia kini semakin kritis dan mampu menilai kesesuaian antara kejahatan dan hukuman yang dijatuhkan. Prabowo mengingatkan bahwa vonis ringan kepada pelaku korupsi, terutama yang merugikan negara hingga Rp300 triliun, dapat mencederai rasa keadilan masyarakat.
“Nanti dibilang Prabowo gak ngerti hukum lagi. Tapi rakyat pun ngerti, rakyat di pinggir jalan ngerti. Ngerampok triliunan, ratusan triliun, vonisnya sekian tahun,” ujarnya.
Lebih lanjut, Prabowo mengungkapkan kekhawatirannya bahwa para koruptor tidak hanya menerima hukuman ringan, tetapi juga mendapat fasilitas mewah selama menjalani masa tahanan. Ia meminta agar pihak terkait mempertimbangkan banding atas kasus Harvey Moeis dengan usulan hukuman yang lebih berat, bahkan hingga 50 tahun penjara.
“Nanti jangan-jangan di penjara, pakai AC, punya kulkas, pakai TV. Tolong Menteri Pemasyarakatan, ya. Jaksa Agung, naik banding nggak? naik banding nggak? Naik banding. Vonisnya ya, lima puluh tahun begitu kira-kira,” katanya dengan nada serius.
Sebagai informasi, Harvey Moeis terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.