Suaraindo.com – Eks penyidik senior KPK, Praswad Nugraha, menjelaskan kronologi penangkapan dan ekstradisi buronan kasus e-KTP, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, di Singapura.
Kasus ini bermula pada 2019, ketika Tannos ditetapkan sebagai tersangka bersama Setya Novanto, Sugiharto, dan lainnya dalam perkara proyek E-KTP.
Saat itu, Tannos berperan sebagai bagian dari konsorsium pelaksana proyek E-KTP melalui PT Sandipala Arthaputra.
Pada 2022, KPK mengajukan red notice ke Interpol di Lyon, Prancis, tetapi ditunda karena banding dari pihak Tannos melalui pengacaranya, sehingga red notice belum diterbitkan.
Pada 2023, tim penyidik mendeteksi keberadaan Tannos di Bangkok, Thailand. Namun, dengan kewarganegaraannya yang telah berubah menggunakan paspor Guinea-Bissau, pihak kepolisian Thailand mengalami kendala memenuhi permintaan penangkapan dari Indonesia.
“Pada 15 Februari 2022 Indonesia dan Singapura menandatangani perjanjian ekstradisi yang akan berlaku efektif Maret 2024,” kata Praswad, Senin (27/1).
Selanjutnya, pada 2023, Indonesia mengesahkan UU No. 5 Tahun 2023 tentang perjanjian ekstradisi tersebut.
Pada November 2024, penyidik KPK mengajukan Provisional Arrest atas nama Tannos kepada pengadilan Singapura. Berdasarkan Pasal 6 dan Pasal 7 perjanjian ekstradisi, pengadilan Singapura menyetujui permohonan tersebut, sehingga langkah hukum dapat dilanjutkan.
Pada 17 Januari 2025, CPIB Singapura menangkap dan menahan Tannos di Rumah Tahanan Changi untuk persiapan ekstradisi.
“Dalam waktu paling lambat 45 hari sesuai dengan extradition treaty antara Singapura dan Indonesia saudara Paulus Tannos akan diekstradisi ke Jakarta dan diproses oleh penegak hukum di Indonesia,” tambah Praswad.