Menu

Mode Gelap
Usulan Tuntutan Rusia ke AS untuk Akhiri Memerangi Ukraina Respon Pertamina Beralihnya Konsumen dari Pertamax Imbas Isu BBM Oplosan Pernyataan-pernyataan Kontroversial Ahok Soal Korupsi Besar di PT Pertamina Patra Niaga Kemendag Tegas, Produsen Minyakita yang Langgar Ketentuan Bakal Disegel Pemerintah Rancang Pembangunan Kilang Minyak Terbesar di Indonesia, Target Produksi 1 Juta Barel per Hari

Nasional · 29 Jan 2025 15:12 WIB ·

BMKG: Pemanasan Global Kian Cepat, Ancaman Krisis Pangan dan Cuaca Ekstrem Meningkat


 BMKG: Pemanasan Global Kian Cepat, Ancaman Krisis Pangan dan Cuaca Ekstrem Meningkat Perbesar

Suaraindo.com – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengungkapkan bahwa laju pemanasan global semakin cepat dibandingkan beberapa abad lalu. Jika sebelumnya peningkatan suhu bumi memakan waktu ratusan hingga jutaan tahun, kini pemanasan terjadi jauh lebih cepat dalam rentang waktu yang lebih singkat.

“Pemanasan global semakin cepat. Sebelumnya butuh waktu ratusan ribu bahkan jutaan tahun,” ujar Dwikorita, dikutip Rabu (29/1/2025).

Ia menambahkan bahwa sejak tahun 1900 hingga saat ini, suhu bumi telah naik 1,5 derajat Celcius, padahal berdasarkan Kesepakatan Paris, batas maksimal kenaikan suhu tersebut baru diperbolehkan terjadi pada tahun 2100.

“Sekarang, dari tahun 1900 sampai tahun ini sudah capai kenaikan 1,5 derajat Celcius. Padahal kesepakatan dunia di Paris mengizinkan kenaikan 1,5 derajat Celcius tapi nanti di tahun 2100,” jelasnya.

Konsekuensi dari pemanasan global yang cepat ini adalah peningkatan kejadian bencana hidrometeorologi, seperti banjir, badai, dan kekeringan.

“Karena siklus hidrologisnya semakin kencang, sehingga cuaca ekstrem semakin sering terjadi. Durasinya makin panjang, intensitasnya makin kuat, dan bencananya terjadi tidak hanya skala lokal tapi juga global,” tutur Dwikorita.

Dalam paparannya pada webinar “Resolusi 2025: Mitigasi Bencana Geologi”, yang diselenggarakan oleh Teknik Geofisika ITS pada 17 Januari 2025, Dwikorita mengutip data Badan Meteorologi Dunia (WMO) yang mencatat tahun 2024 sebagai tahun terpanas dalam sejarah pengamatan, bahkan melampaui rekor tahun 2023.

Secara rata-rata, suhu global dari Januari hingga September 2024 menunjukkan anomali sebesar 1,54 ± 0,13 derajat Celcius di atas rata-rata praindustri tahun 1850-1900. Dalam kurun waktu 2015-2024, dunia juga mengalami periode 10 tahun terpanas yang pernah tercatat dalam 175 tahun terakhir.

“Diprediksi di tahun 2030, (data 2019), kenaikan suhu akan meningkat 0,5 derajat Celcius. Ternyata prediksi ini sudah terlampaui,” ujarnya.

Dwikorita juga mengungkapkan bahwa dalam Proyeksi Perubahan Iklim Indonesia 2020-2030, musim kemarau ke depan akan semakin kering, sementara musim hujan akan semakin basah.

“Kejadiannya hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Terjadi kenaikan curah hujan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hujan ekstrem semakin sering terjadi,” ungkapnya.

Selain itu, penurunan curah hujan pada musim kemarau akan mencapai 20%, membuat musim kering lebih panjang dan berisiko menimbulkan kekeringan ekstrem.

“Jadi musim kemarau makin kering, musim hujan makin basah, pokoknya makin ekstrem. Ini prediksi yang dilakukan BMKG,” jelasnya.

Selain dampak lingkungan, pemanasan global juga mengancam ketahanan pangan dunia. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) memperkirakan dunia akan mengalami krisis pangan global pada tahun 2050, yang berdekatan dengan target Indonesia Emas 2045.

“Di masa Indonesia Emas atau di pertengahan abad, kalau perilaku kita tidak berubah, tetap mempertahankan energi fosil, tidak berubah ke energi yang lebih ramah lingkungan, maka akan terjadi krisis pangan dunia,” tegasnya.

Ia memperingatkan bahwa jika situasi ini terus berlanjut, banyak negara akan mengalami kesulitan pangan yang menghambat perdagangan internasional.

“Hampir seluruh dunia mengalami krisis pangan. Kita nggak bisa impor beras dan bahan lainnya karena negara lainnya juga kesulitan,” tambahnya.

Sebagai langkah mitigasi, Dwikorita berharap strategi Asta Cita yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto dapat memperkuat ketahanan pangan Indonesia dan mencegah dampak krisis pangan global.

“Asta Cita ini untuk menghadapi krisis pangan agar kita terhindar dari krisis pangan,” ujarnya.

Dengan perubahan iklim yang semakin ekstrem dan potensi krisis pangan global, pemerintah dan masyarakat perlu segera mengambil langkah konkret dalam mengurangi emisi karbon, beralih ke energi hijau, serta memperkuat ketahanan pangan nasional untuk menghadapi tantangan masa depan.

Artikel ini telah dibaca 8 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Respon Pertamina Beralihnya Konsumen dari Pertamax Imbas Isu BBM Oplosan

14 March 2025 - 09:23 WIB

Pernyataan-pernyataan Kontroversial Ahok Soal Korupsi Besar di PT Pertamina Patra Niaga

14 March 2025 - 09:21 WIB

Kemendag Tegas, Produsen Minyakita yang Langgar Ketentuan Bakal Disegel

13 March 2025 - 12:25 WIB

Pemerintah Rancang Pembangunan Kilang Minyak Terbesar di Indonesia, Target Produksi 1 Juta Barel per Hari

13 March 2025 - 12:23 WIB

OJK Apresiasi Peringkat Stabil Fitch untuk Indonesia, Tegaskan Komitmen Jaga Stabilitas Sektor Keuangan

13 March 2025 - 12:20 WIB

BKN Lanjutkan Penetapan NIP CASN 2024 Hingga Terbitnya SK Pengangkatan

12 March 2025 - 10:57 WIB

Trending di Ekonomi