Suaraindo.com – Proses penangkapan Presiden Korea Selatan (Korsel) yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, berubah menjadi drama penuh ketegangan pada Rabu (15/1) pagi waktu setempat. Peristiwa ini melibatkan bentrokan fisik antara tim penyidik antikorupsi dan pasukan pengamanan presiden (PSS) yang setia kepada Yoon di kediamannya di Seoul.
Menurut laporan AFP, tim penyidik dari Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) bersama dengan ratusan aparat polisi telah tiba di kediaman Yoon sejak dini hari untuk melaksanakan surat perintah penangkapan. Namun, mereka dihadang oleh pasukan pengamanan yang memasang barikade di sekitar kompleks kediaman. Barikade tersebut mencakup kendaraan dinas yang disusun untuk memblokir akses masuk.
Situasi semakin memanas ketika penyidik mencoba menerobos barikade. Aksi saling dorong dan baku hantam pun tak terhindarkan, mengakibatkan satu orang terluka yang kemudian dibawa oleh petugas pemadam kebakaran untuk mendapatkan perawatan. Upaya untuk memasuki kediaman Yoon tidak hanya dilakukan melalui gerbang utama, tetapi juga lewat jalur bukit di sekitar kompleks tersebut.
Sejumlah saksi mata melaporkan bahwa jalan utama di depan kediaman Yoon ditutup total. Ribuan pendukung garis keras Yoon turut hadir, membentuk barikade manusia untuk menghalangi proses penangkapan. Namun, setelah beberapa jam kebuntuan, pihak berwenang akhirnya berhasil masuk ke kompleks dan menahan Yoon.
Penangkapan ini dilakukan setelah Yoon didakwa atas tuduhan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan terkait deklarasi darurat militer yang diumumkannya pada Desember 2024. Dalam langkah yang kontroversial, Yoon sempat mengerahkan militer untuk membubarkan parlemen dan menangguhkan pemerintahan sipil. Keputusan tersebut memicu kecaman luas, baik di dalam maupun luar negeri, dan akhirnya mendorong parlemen untuk memakzulkannya.
Yoon kini menghadapi ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup jika terbukti bersalah. Dia adalah presiden pertama dalam sejarah Korea Selatan yang ditangkap saat masih menjabat.
Sebelum ditangkap, Yoon sempat merilis pesan video yang direkam sebelumnya. Dalam pesan tersebut, ia menegaskan bahwa ia mematuhi surat perintah penangkapan demi mencegah “pertumpahan darah yang tidak diinginkan,” meskipun ia tetap menolak legalitas investigasi tersebut. “Saya akan berjuang sampai akhir untuk membuktikan kebenaran,” ujar Yoon dalam pernyataan singkatnya.
Penangkapan Yoon telah memicu reaksi keras dari berbagai kalangan. Kelompok pendukung Yoon menyebut langkah ini sebagai bentuk “balas dendam politik,” sementara oposisi menilai bahwa proses hukum terhadap Yoon mencerminkan komitmen Korsel terhadap supremasi hukum.
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi Korsel sedang menilai keabsahan pemakzulan Yoon. Jika pemakzulan dinyatakan sah, Yoon akan kehilangan status resminya sebagai presiden. Sebaliknya, jika dinyatakan tidak sah, ia bisa kembali melenggang ke kursi kepresidenan, meskipun posisinya kini sudah sangat terpojok oleh tuduhan kriminal.
Penangkapan ini menambah catatan baru dalam sejarah politik Korea Selatan. Sebelumnya, beberapa mantan presiden Korsel juga pernah menghadapi proses hukum atas berbagai tuduhan, seperti korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, namun Yoon adalah presiden pertama yang ditangkap saat masih menjabat.
Proses hukum selanjutnya akan menjadi ujian bagi stabilitas politik Korea Selatan di tengah krisis ini. Sementara itu, dukungan dan protes terhadap Yoon diperkirakan akan terus berlanjut, menciptakan tantangan baru bagi pemerintah sementara yang dipimpin oleh Perdana Menteri Han Duck-soo.
Dengan berbagai pihak yang masih bersitegang, situasi politik di Korea Selatan masih jauh dari stabil, meninggalkan pertanyaan besar tentang bagaimana negara ini akan melangkah ke depan.