Suaraindo.com – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto untuk meminta evaluasi terkait penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian. Komisioner Kompolnas, Muhammad Choirul Anam, menjelaskan bahwa surat tersebut berisi catatan terkait penyalahgunaan senjata api, termasuk kasus SMKN 4 dan insiden lainnya.
“Kita memberikan catatan terkait kasus SMKN 4 dan beberapa kasus terkait penyalahgunaan senjata api,” kata Anam kepada Suara Indo, Jumat (13/12/2024).
“Kami telah merumuskan saran bijak terkait dengan penggunaan senjata api ini. Saran bijak ini kami tujukan kepada presiden dengan satu paradigma bahwa perlunya melakukan suatu evaluasi kebijakan atas penggunaan senjata yang lebih humanis,” tambahnya.
Anam menekankan pentingnya pendekatan humanis dalam penggunaan senjata api, baik yang bersifat mematikan (lethal weapons) maupun non-mematikan, seperti teaser gun atau senjata kejut listrik. Kompolnas juga menyarankan agar kehadiran layanan psikologis untuk anggota Polri diprioritaskan, guna mendukung kesehatan mental mereka.
“Pelayanan psikologis, terkait dengan mental health dan pendekatan humanis ini juga kami sertakan dalam surat tersebut. Ini bukan hanya atensi Kompolnas tapi juga Pak Kapolri,” lanjut dia.
Selain itu, Kompolnas mengingatkan agar anggota kepolisian lebih mengutamakan pendekatan yang humanis dan menghormati hak-hak masyarakat saat berinteraksi dengan publik.
“Kami mengingatkan kembali anggota atas arahan Kapolri yang mendorong setiap anggota ketika melakukan aktivitas kepolisian khususnya yang berhubungan dengan masyarakat sipil agar lebih respective dan humanis,” mantap dia.
Belakangan ini, beberapa kasus penembakan yang melibatkan polisi menjadi perhatian publik, seperti insiden penembakan antar-polisi di Polres Solok Selatan, yang mengakibatkan tewasnya AKP Ryanto Ulil Anshari, serta penembakan terhadap siswi SMKN 4 Semarang oleh Aipda Robig yang menewaskan seorang remaja, Gamma, pada 24 November 2024. Aipda Robig telah dijatuhi hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) setelah sidang etik.