Suaraindo.com – Status waspada terhadap cuaca ekstrem di Indonesia diperkirakan akan tetap diperlukan hingga akhir Desember 2024. Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan potensi cuaca ekstrem yang terjadi di awal bulan Desember ini. Erma Yulihastin, peneliti di Pusat Iklim dan Atmosfer BRIN, menjelaskan bahwa saat ini ada bibit vorteks baru yang terdeteksi di Samudra Hindia tenggara, dekat dengan Sumatra.
Selain itu, terdapat tiga gelombang atmosfer aktif yang mempengaruhi wilayah Indonesia bagian selatan, yakni Madden Julian Oscillation (MJO), Kelvin, dan Rossby. Namun, Erma menyebutkan bahwa MJO memiliki peran yang paling signifikan dalam membentuk klaster awan konvektif besar yang bergerak dari Samudra Hindia menuju Indonesia.
“MJO yang diperkuat oleh Kelvin juga mengaktifkan angin baratan yang sangat kuat dari Samudra Hindia ke Indonesia,” jelas Erma. Sementara itu, Rossby memiliki arah penjalaran yang berbeda, yaitu dari timur (Samudra Pasifik) menuju Indonesia. Interaksi antara MJO dan Rossby, yang telah diteliti sebelumnya, dapat memicu pembentukan vorteks kembar utara-selatan ekuator dan menjadi bibit bagi pembentukan siklon tropis, seperti yang terjadi pada siklon Seroja.
Erma menambahkan bahwa interaksi antara MJO dan Rossby juga dapat memicu pembentukan vorteks. Saat ini, bibit vorteks sudah terbentuk di Laut Cina Selatan (vorteks Borneo) dekat Semenanjung Malaysia dan di Laut Jawa. “Prakondisi vorteks Borneo bahkan sudah terbentuk sejak pertengahan November, yang menyebabkan banjir besar di Malaysia dan Thailand,” ujar Erma.
Keberadaan Rossby, lanjut Erma, dapat memperlambat pergerakan MJO di wilayah Indonesia, terutama dengan suhu muka laut di selatan Jawa yang meningkat hingga 3 derajat Celsius. Kondisi ini menciptakan tekanan rendah yang memicu pembentukan awan konvektif yang berlangsung lama di Laut Jawa dan di atas Pulau Jawa.
Erma memperkirakan gangguan cuaca skala sinoptik ini akan terus berlanjut hingga akhir Desember 2024. Oleh karena itu, status waspada dan upaya mitigasi terhadap cuaca ekstrem perlu diperkuat sampai gangguan cuaca ini mereda sepenuhnya.
Efek dari gangguan cuaca ini diprediksi akan menyebabkan hujan lebat dan berlangsung lama di sejumlah wilayah, termasuk pesisir barat Sumatera Barat dan Sumatera Selatan, serta pesisir utara dan selatan Jawa. Wilayah lain yang juga berpotensi terdampak hujan lebat antara lain Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, serta daerah yang berdekatan dengan Selat Malaka, seperti Batam, Tanjungpinang, Bintan, Bangka Belitung, dan pesisir timur Sumatera Utara.