Suaraindo.com – Media pemerintah Korea Utara, KCNA, akhirnya memberikan respons terkait kekacauan politik yang melanda Korea Selatan sejak pengumuman darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol pekan lalu. Setelah sempat diam selama seminggu, KCNA merilis artikel berisi sindiran tajam terkait “kerusuhan sosial” yang kini berkembang di Korea Selatan.
Sindiran ini bukan tanpa dasar, mengingat ketegangan kedua negara yang sudah lama berseberangan. Menurut laporan The Independent, Presiden Yoon sebelumnya mengisyaratkan bahwa Korea Utara berperan di balik ketegangan ini, dengan menuduh partai oposisi berkolusi dengan kelompok yang berafiliasi dengan utusan “Utara”.
Ada kekhawatiran bahwa Pyongyang (pusat pemerintahan Korea Utara) mungkin memanfaatkan krisis politik untuk memperparah situasi di Korea Selatan, terutama dengan adanya kekosongan kekuasaan setelah Menteri Pertahanan ditangkap sebagai bagian dari kebijakan darurat militer yang kontroversial.
Dilansir dari Reuters, KCNA dalam artikelnya yang dimuat di halaman keenam Rodong Sinmun lebih banyak memuat laporan dari media Korea Selatan dan internasional, dengan fokus pada aksi protes besar yang dihadiri lebih dari satu juta orang yang menyerukan pemakzulan terhadap Yoon.
KCNA mengecam langkah darurat militer Yoon sebagai tindakan yang “gila” dan mengingatkan pada upaya kudeta di masa lalu. Artikel tersebut juga mengecam bahwa tindakan tersebut memicu penolakan luas, termasuk dari partai oposisi, dan memperparah semangat publik untuk mendukung pemakzulan.
“Dalam tindakan yang mengingatkan pada kebijakan kediktatoran militer beberapa dekade lalu, ia telah memicu kecaman dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk partai oposisi, dan mendorong semangat untuk pemakzulan,” tulis KCNA pada Rabu, 11 Desember 2024.
Sebelumnya, Presiden Yoon membuat kejutan dengan mengumumkan darurat militer pada Selasa, 3 Desember 2024, melalui siaran langsung di televisi nasional. Namun, keputusan ini hanya berlangsung beberapa jam sebelum akhirnya dicabut oleh Majelis Nasional Korea Selatan.
Dalam pidatonya, Yoon mengklaim bahwa langkah darurat militer tersebut diperlukan untuk melindungi negara dari ancaman yang ia sebut datang dari oposisi yang berafiliasi dengan Korea Utara. Menurutnya, oposisi telah mengganggu proses legislasi dan mengancam stabilitas nasional.
“Saya menyatakan darurat militer untuk melindungi Republik Korea yang merdeka dari ancaman pasukan komunis Korea Utara, membasmi kekuatan anti-negara yang mengancam kebebasan rakyat, serta menjaga ketertiban konstitusional kita,” ujar Yoon dalam pidatonya yang disiarkan stasiun YTN.
Yoon menunjuk Jenderal Park An-su sebagai pemimpin dalam darurat militer dan memberinya kewenangan untuk membatasi aktivitas politik, mengontrol media, melarang demonstrasi, serta memerintahkan tenaga medis untuk kembali bertugas dalam waktu 48 jam.