Suaraindo.com – Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), secara tegas menolak wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD, yang sempat mencuat setelah disinggung oleh Presiden Prabowo Subianto. Ahok menilai wacana ini tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan rawan menimbulkan praktik politik uang.
“Saya sudah menolak ini sejak lama. Kalau pemilihan kepala daerah lewat DPRD, rakyat cuma jadi penonton, nggak peduli. Kita sudah mengalami itu di zaman Orde Baru,” ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Selasa (31/12/2024).
Ahok menjelaskan bahwa sistem pemilihan kepala daerah melalui DPRD rentan terhadap penyimpangan, seperti politik uang dan tekanan terhadap anggota legislatif.
“Kita cuma deal-deal-an sesama ketua umum partai. Deal-deal-an pakai uang juga bisa. Oknum DPRD dibagi, diatur, atau bahkan diancam untuk memilih calon tertentu. Kita sudah pernah mengalami ini di Orde Baru,” tegasnya.
Menurut Ahok, kembalinya sistem seperti ini akan menghilangkan partisipasi langsung masyarakat dalam menentukan pemimpinnya, yang merupakan salah satu pilar demokrasi.
Wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD kembali menjadi perbincangan setelah disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam peringatan HUT ke-60 Partai Golkar, Kamis (12/12/2024). Dalam sambutannya, Prabowo mengusulkan perbaikan sistem pemilihan yang dinilainya terlalu mahal dan melelahkan bagi kandidat.
“Menurut saya, kita harus perbaiki sistem kita. Ini terlalu mahal, dan saya lihat yang menang pun seringkali lesu, apalagi yang kalah,” kata Prabowo.
Presiden juga mencontohkan beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan India, yang menggunakan sistem parlementer, di mana anggota DPRD memilih kepala daerah. Menurutnya, sistem ini lebih efisien.
“Saya lihat negara tetangga kita efisien. Sekali milih anggota DPRD, ya sudah, DPRD yang memilih gubernur atau bupati,” ujarnya.
Ahok mengingatkan bahwa model serupa pernah diterapkan di masa Orde Baru, di mana pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD dengan dominasi rezim saat itu. Ia menilai sistem tersebut hanya menghasilkan pemimpin yang tunduk pada kekuasaan, bukan kepada rakyat.
“Kita nggak boleh lupa sejarah. Rakyat harus tetap memegang kendali melalui hak pilihnya, bukan hanya jadi penonton yang tidak punya pengaruh,” tandas Ahok.
Dengan penolakan ini, Ahok menegaskan pentingnya menjaga demokrasi langsung sebagai bentuk penghormatan terhadap aspirasi masyarakat.