Suaraindo.com – Tawaran dari aktivis perdamaian asal Finlandia, Juha Christensen, untuk menjadi mediator dalam konflik antara Pemerintah Indonesia dan kelompok pro-kemerdekaan Papua dianggap sebagai langkah positif menuju perdamaian yang berkelanjutan. Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, mengonfirmasi bahwa Juha telah menyampaikan niatnya untuk membantu menyelesaikan konflik Papua melalui dialog.
Juha, yang sebelumnya menjadi salah satu mediator kunci dalam proses perdamaian antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 2005, ingin mengaplikasikan pengalaman tersebut dalam upaya menciptakan Papua yang damai. Kesuksesan perundingan MoU Helsinki antara GAM dan Pemerintah RI sering dijadikan acuan di berbagai negara untuk mengakhiri konflik berkepanjangan.
Dukungan dari Pengamat HAM
Direktur Eksekutif Papuan Observatory for Human Rights (POHR), Thomas Ch Syufi, menyebut tawaran Juha sebagai “hembusan angin segar” dalam mencari solusi atas konflik yang telah lama berlangsung di Papua. “Pengalaman Juha sebagai mediator dalam konflik Aceh menjadi modal berharga untuk mendamaikan Papua. Pemerintah Indonesia harus menyikapi tawaran ini dengan bijak dan segera mengambil langkah konkret,” ujar Thomas dari Jayapura, Kamis (23/1).
Thomas juga menyoroti kredibilitas global Juha yang telah terlibat dalam berbagai resolusi konflik, termasuk di kawasan Balkan dan Asia Tenggara. “Perdamaian dan keadilan di Papua tidak bisa ditunda lagi. Semua pihak, baik pemerintah maupun kelompok pro-kemerdekaan, harus segera memulai dialog yang melibatkan mediator independen seperti Juha,” tambahnya.
Dialog Sebagai Solusi
Juha Christensen percaya bahwa dialog adalah kunci untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan. “Kami telah membuktikan di Aceh bahwa melalui dialog dengan pihak ketiga yang independen, konflik yang berlangsung lebih dari 30 tahun bisa diselesaikan,” ujar Juha di Jakarta.
Juha mengusulkan bahwa proses dialog harus melibatkan kedua pihak yang berkonflik, yakni Pemerintah Indonesia dan kelompok pro-kemerdekaan Papua, seperti Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Ia menegaskan bahwa mediator akan membantu mengatur aturan main (rule of the game) dalam dialog tersebut, dengan pengawasan dari kedua belah pihak.
Seruan untuk Tidak Menunda Perdamaian
Thomas mengingatkan bahwa konflik Papua yang telah merenggut ratusan ribu nyawa sejak 1960-an membutuhkan penyelesaian segera. Ia berharap pemerintah tidak lagi mengulur waktu untuk memulai dialog yang dapat mengakhiri kekerasan di Papua. “Perdamaian adalah hak dasar setiap manusia, termasuk rakyat Papua. Negara harus memastikan mereka mendapatkan keadilan dan perlindungan,” tegas Thomas.
Dengan tawaran dari Juha Christensen, momentum untuk menciptakan Papua sebagai tanah damai kembali menguat. Pemerintah Indonesia kini diharapkan merespons dengan langkah konkret untuk mengakhiri konflik berkepanjangan di wilayah tersebut, mengutamakan dialog dan pendekatan kemanusiaan sebagai solusi.