Menu

Mode Gelap
10.000 Buruh Sritex Siap Gelar Aksi ke Jakarta: Desak Pemerintah Pertimbangkan Nasib Mereka Koordinasi Polresta Tangerang dan Puspom TNI: Diduga Penembak Bos Rental Mobil Oknum TNI KPk Sita Deposito Rp 62 T Hasil Kasus PT PP PBNU Harap Bisa Ikut Serta Dalam Program Makan Bergizi Gratis Rencana Pembatasan Usia Jamaah Haji Semakin Mecuat, Kemenag Mulai Bahas Bersama DPR

Nasional · 30 Dec 2024 13:21 WIB ·

UU Pemilu Digugat, Presiden Diminta Tak Boleh Kampanye Pilpres


 UU Pemilu Digugat, Presiden Diminta Tak Boleh Kampanye Pilpres Perbesar

Suaraindo.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menerima gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berkaitan dengan larangan kampanye untuk presiden yang sedang berkuasa. Gugatan itu akan disidangkan Senin (30/12) ini.

Gugatan yang dilayangkan Lintang Mendung Kembang Jagad itu telah terdaftar dengan nomor 172/PUU-XXII/2024. Gugatan itu berfokus pada pasal 281 ayat (1) dan pasal 299 ayat (1) UU Pemilu.

“Menyatakan bahwa materi muatan pasal 281 ayat (1) dan pasal 299 ayat (1) Undang-Undang Pemilu inkonstitusional, sepanjang tidak dimaknai sebagai wewenang presiden dan wakil presiden dalam kampanye pilpres untuk dirinya sendiri atau periode kedua baginya,” bunyi petitum yang diajukan Lintang ke MK, dikutip dari salinan permohonan uji materi di situs resmi MK.

Pasal 281 ayat (1) UU Pemilu mengatur tentang aturan main bagi presiden ikut kampanye pemilu. Pasal itu berbunyi sebagai berikut:

“Kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:

a. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Menjalani cuti di luar tanggungan negara.”

Sementara itu, pasal 299 ayat (1) UU Pemilu berbunyi:

“Presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye.”

Pemohon beralasan pembolehan presiden dan wakil presiden berkampanye selain berstatus petahana akan merusak integritas dan kredibilitas pemilu. Dukungan tersebut dikhawatirkan membuat aparat negara tidak netral dalam pemilu.

“Hal demikian sangatlah berisiko jikalau posisi presiden yang memiliki komando dan kuasa tertinggi kepada TNI dan Polri yang kemudian presiden berkampanye dan mendukung salah satu calon presiden dan/atau wakil presiden, dapat berpotensi dan dianggap oleh TNI atau Polri bahwa hal demikian merupakan perintah presiden sebagai pemberi komando tertinggi,” ucap pemohon di bagian pertimbangan gugatan.

Sebelumnya, gugatan serupa pernah dilayangkan La Ode Nofal dkk melalui permohonan nomor 55/PUU-XXII/2024. Gugatan itu meminta MK menambahkan syarat “berstatus petahana” bagi presiden atau wakil presiden yang ikut kampanye.

Meski demikian, permohonan itu tak dikabulkan MK. Mahkamah menyatakan permohonan itu tidak dapat diterima pada 16 Oktober 2024.

Artikel ini telah dibaca 3 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

10.000 Buruh Sritex Siap Gelar Aksi ke Jakarta: Desak Pemerintah Pertimbangkan Nasib Mereka

4 January 2025 - 13:19 WIB

Koordinasi Polresta Tangerang dan Puspom TNI: Diduga Penembak Bos Rental Mobil Oknum TNI

4 January 2025 - 13:17 WIB

KPk Sita Deposito Rp 62 T Hasil Kasus PT PP

4 January 2025 - 12:33 WIB

PBNU Harap Bisa Ikut Serta Dalam Program Makan Bergizi Gratis

4 January 2025 - 12:29 WIB

Rencana Pembatasan Usia Jamaah Haji Semakin Mecuat, Kemenag Mulai Bahas Bersama DPR

4 January 2025 - 12:28 WIB

KPK Periksa Mantan Dirjen Imigrasi Ronny Sompie sebagai Saksi Kasus Suap dan Perintangan Penyidikan Harun Masiku

3 January 2025 - 14:47 WIB

Trending di Hukum