Suaraindo.com – Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa terdapat banyak hambatan atau ‘setan’ yang mengganggu jalannya proyek hilirisasi nikel, salah satu program kebanggaan Presiden Joko Widodo. Bahlil menjelaskan bahwa meskipun Indonesia berhasil menjadi pasar nikel terbesar di dunia berkat hilirisasi, proyek ini menghadapi tantangan dari berbagai pihak, termasuk negara-negara Uni Eropa.
“Setannya banyak sekarang. Untuk komoditas daripada turunan hilirisasi nikel, kita sudah menjadi terbesar di pasar dunia,” kata Bahlil.
Salah satu tantangan utama datang dari Uni Eropa, yang mencoba ‘merayu’ Indonesia setelah kebijakan penyetopan ekspor bijih nikel diberlakukan. Menurut Bahlil, Uni Eropa sangat tertarik karena nikel telah menjadi mineral kritis dalam industri global.
Presiden Jokowi juga menyoroti suksesnya hilirisasi nikel, di mana nilai ekspor nikel meningkat dari Rp 33 triliun menjadi Rp 510 triliun setelah kebijakan hilirisasi diberlakukan. Ini menunjukkan dampak positif kebijakan hilirisasi terhadap perekonomian Indonesia.
Namun, Jokowi juga mengakui bahwa kebijakan ini menuai pro dan kontra, terutama setelah Indonesia kalah dalam gugatan di WTO terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Meskipun demikian, Jokowi menegaskan bahwa kepentingan nasional tetap menjadi prioritas utama.
Dengan hilirisasi, Indonesia kini berfokus pada pengembangan ekosistem kendaraan listrik (EV) yang terintegrasi, menjadikan hilirisasi nikel sebagai salah satu kunci penting dalam upaya menuju kemandirian ekonomi di sektor energi bersih.