Suaraindo.com – Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Stella Christie, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan tergesa-gesa dalam membahas usulan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi di Indonesia.
“Menurut saya, kita tidak perlu buru-buru menetapkan ini boleh atau tidak,” ujar Stella saat ditemui di Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (4/2/2025).
Stella mengapresiasi gagasan perguruan tinggi untuk mengelola tambang sebagai sumber pemasukan tambahan bagi kampus. Namun, ia menegaskan perlunya kajian mendalam dengan mempertimbangkan pengalaman perguruan tinggi di luar negeri yang telah sukses memanfaatkan sumber daya alam untuk pendanaan riset.
“Kita harus mencari cara paling efisien untuk menyalurkan pendanaan tambahan ini. Oleh karena itu, kajian-kajian yang tepat sangat diperlukan, dan saat ini sedang dilakukan,” jelasnya.
Wacana pemberian izin pengelolaan tambang bagi perguruan tinggi mencuat setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Minerba menjadi usul inisiatif DPR.
Dalam Pasal 51A RUU Minerba, diusulkan bahwa WIUP dapat diberikan secara prioritas kepada perguruan tinggi. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa tujuan aturan tersebut adalah untuk memberikan tambahan sumber pendapatan bagi perguruan tinggi agar dapat menunjang aktivitas akademik dan riset mereka.
Usulan ini memicu perdebatan di kalangan akademisi. Beberapa pihak mendukung dengan alasan dapat memperkuat pendanaan kampus, sementara pihak lain menolak dengan kekhawatiran dampak terhadap independensi akademik dan lingkungan.
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, termasuk yang menentang usulan ini. Menurutnya, keterlibatan perguruan tinggi dalam industri pertambangan dapat menimbulkan bias dalam penelitian ilmiah terkait dampak lingkungan.
“Temuan ilmiah mengenai dampak buruk aktivitas pertambangan terhadap lingkungan dan masyarakat di sekitarnya bisa saja diabaikan. Kampus bisa menjadi antisains jika terlibat dalam bisnis tambang,” ujar Fathul.
Hingga saat ini, kajian dan pembahasan mengenai usulan ini masih berlangsung. Pemerintah berjanji akan mempertimbangkan berbagai aspek sebelum mengambil keputusan akhir.