Suaraindo.com – Insiden tenggelamnya kapal selam nuklir terbaru milik China, kelas Zhou, di galangan kapal Wuchang dekat Wuhan, memicu keprihatinan di kalangan analis pertahanan dan dianggap sebagai kemunduran serius dalam upaya Beijing menyamai kekuatan militer maritim Amerika Serikat (AS). Citra satelit menunjukkan kapal tersebut tenggelam di samping dermaga saat masih dalam tahap pembangunan, menimbulkan spekulasi tentang kelayakan operasional angkatan laut China.
Pejabat pertahanan AS mengungkapkan bahwa kapal selam ini tenggelam antara Mei dan Juni 2024. Meskipun pemerintah China berusaha menutupi insiden tersebut, citra satelit berhasil mengungkapkan kenyataan yang menyedihkan ini. “Dinding keheningan” seputar insiden ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai kompetensi dan akuntabilitas militer China, yang sebelumnya sering dikritik karena korupsi di industri pertahanannya.
Kapal selam kelas Zhou, dengan desain ekor berbentuk X yang inovatif, dirancang untuk meningkatkan kemampuan manuver. Meski belum ada informasi resmi mengenai adanya korban atau apakah kapal itu membawa bahan bakar nuklir saat insiden terjadi, beberapa ahli menduga kapal tersebut mungkin berisiko menimbulkan masalah radiasi. Belum ada laporan mengenai pelepasan radiasi di area tersebut, tetapi ketidakpastian ini menambah kekhawatiran.
Thomas Shugart, mantan perwira kapal selam AS, adalah salah satu yang pertama kali mencurigai adanya insiden ini setelah menganalisis aktivitas aneh di galangan kapal. Dia mencatat bahwa insiden serupa di AS akan ditangani dengan transparansi yang lebih besar, mencerminkan perbedaan mendasar dalam budaya pertahanan kedua negara.
Sementara itu, insiden ini muncul bersamaan dengan peluncuran rudal balistik antarbenua oleh China, yang dianggap sebagai tes penting setelah beberapa dekade. Dengan tujuan meningkatkan armada kapal selamnya dari 48 menjadi 80 unit pada tahun 2035, China berisiko mengalami penundaan signifikan akibat insiden ini, yang dapat memperlambat ambisi mereka di Laut China Selatan, wilayah yang sangat strategis untuk perdagangan internasional.
Ke depan, pengembangan dan pengawasan yang lebih baik terhadap angkatan laut China menjadi kian mendesak. Dengan ketegangan yang meningkat antara AS dan China, insiden ini dapat menjadi indikator tantangan yang dihadapi Beijing dalam mencapai dominasi militer maritim di kawasan.