Menu

Mode Gelap
BKPM Mediasi Kadin dan Chandra Asri Usai Dugaan Pemalakan, Presiden Prabowo Turun Tangan Wamenkeu: Dampak Tarif Impor AS ke APBN RI Minimal, Negosiasi Sudah Dimulai Presiden Prabowo Dukung Penuh RUU Perampasan Aset, Komunikasi Politik dengan Parpol Dimulai PHK Massal Panasonic Global, Pemerintah Pastikan Tak Berdampak ke Indonesia Perang Dagang AS-China Mereda, Indonesia Berpotensi Raup Keuntungan

Ekonomi · 31 Dec 2024 13:38 WIB ·

“Tantangan Likuiditas Perbankan 2025: Ketat, Mahal, dan Kompetitif”


 “Tantangan Likuiditas Perbankan 2025: Ketat, Mahal, dan Kompetitif” Perbesar

Suaraindo.com – Industri perbankan Indonesia menghadapi tantangan besar terkait likuiditas di tahun 2024 yang diproyeksikan berlanjut pada 2025. Data menunjukkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) melambat sepanjang tahun, dari 8,3% di Juni menjadi 6% di Oktober, meski sedikit naik ke 6,3% pada November.

Masalah ini tidak hanya berdampak pada bank kecil, tetapi juga bank besar. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengaitkan perlambatan ini dengan beragam alternatif instrumen penempatan dana. “Pertumbuhan simpanan melambat, utamanya pada deposito,” ujar Dian.

Direktur Utama Bank BTN, Nixon Napitupulu, menekankan bahwa likuiditas tersedia tetapi mahal akibat tingginya suku bunga. “Likuiditas aman, cuma harganya naik. Jadi kalau tanya ketat atau tidak, likuiditas ada, tapi mahal,” jelasnya.

Namun, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, membantah adanya pengetatan likuiditas. “Likuiditas perbankan lebih dari cukup untuk mendukung kredit, dengan rasio alat likuid terhadap DPK sebesar 25,4%, lebih tinggi dari rata-rata sebelumnya,” jelas Perry.

Presiden Joko Widodo sebelumnya mengungkapkan kekhawatiran terkait “keringnya” peredaran uang di masyarakat meski pertumbuhan ekonomi stabil di 5%. Jokowi menyebut, banyaknya instrumen seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas BI telah menyerap dana yang seharusnya mengalir ke sektor riil.

Namun, Perry Warjiyo membantah fenomena crowding out tersebut. “SRBI dengan yield tinggi tidak menyebabkan pengetatan likuiditas, dan likuiditas perbankan tetap tinggi,” tambahnya.

Ekonom Bank Syariah Indonesia, Banjaran Surya Indrastomo, menyoroti jatuh tempo surat utang negara sebesar Rp 700 triliun per tahun dalam tiga tahun ke depan, yang menambah kebutuhan likuiditas pemerintah hingga Rp 1.300 triliun per tahun. Hal ini memicu persaingan ketat antara perbankan dan pemerintah dalam menarik dana masyarakat.

“Bank harus menghadapi perang insentif, cashback, dan hadiah yang akan terus berlanjut tahun depan,” kata Presiden Direktur Krom Bank, Anton Hermawan.

Beberapa bank besar memilih untuk konservatif. Contohnya, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dengan rasio Loan-to-Deposit Ratio (LDR) hanya 75,1% pada kuartal III-2024, di bawah batas bawah Giro Wajib Minimum (GWM) yang ditetapkan BI. “Kami menjaga keseimbangan antara likuiditas dan ekspansi kredit yang sehat,” ungkap Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA.

Meski begitu, pertumbuhan kredit BCA mencapai 11,1% per September 2024, melampaui rata-rata industri sebesar 10,85%.

Dengan persaingan likuiditas yang ketat dan mahal, ditambah kebutuhan pemerintah yang meningkat, tantangan perbankan di 2025 semakin kompleks. Perbankan harus lebih inovatif dan berhati-hati dalam menyiasati situasi ini demi menjaga stabilitas sektor keuangan.

Artikel ini telah dibaca 14 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

BKPM Mediasi Kadin dan Chandra Asri Usai Dugaan Pemalakan, Presiden Prabowo Turun Tangan

14 May 2025 - 20:28 WIB

Wamenkeu: Dampak Tarif Impor AS ke APBN RI Minimal, Negosiasi Sudah Dimulai

14 May 2025 - 20:26 WIB

Presiden Prabowo Dukung Penuh RUU Perampasan Aset, Komunikasi Politik dengan Parpol Dimulai

14 May 2025 - 20:24 WIB

PHK Massal Panasonic Global, Pemerintah Pastikan Tak Berdampak ke Indonesia

13 May 2025 - 14:14 WIB

Perang Dagang AS-China Mereda, Indonesia Berpotensi Raup Keuntungan

13 May 2025 - 14:12 WIB

PM Australia Dijadwalkan Kunjungan ke Indonesia, Bahas Kerja Sama Bilateral

13 May 2025 - 14:09 WIB

Trending di Internasional