Menu

Mode Gelap
Pagar Laut dan Reklamasi: Konflik Ekosistem vs Kepentingan Modal Ekstradisi Paulus Tannos: Harapan Baru dalam Perjuangan Melawan Korupsi 352 Sekolah Tutup, Bangkok di Peringkat Kota Tercemar Dunia Gekrafs Papua Pegunungan Rayakan HUT ke-6 dengan Dukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Amnesti Papua: Harapan Baru atau Sekadar Langkah Simbolis?

Internasional · 6 Jan 2025 16:57 WIB ·

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol di Ambang Penahanan, Krisis Politik Memuncak


 Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol di Ambang Penahanan, Krisis Politik Memuncak Perbesar

Suaraindo.com – Presiden Korea Selatan yang telah dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, menghadapi ancaman penahanan di tengah eskalasi ketegangan politik yang memecah belah negara. Dengan masa berlaku surat perintah penahanan yang akan berakhir pada Senin tengah malam, Komisi Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) meminta bantuan polisi untuk menangkap Yoon, setelah upaya sebelumnya gagal akibat perlawanan dari tim keamanannya.

Permintaan ini muncul setelah konfrontasi selama berjam-jam di kediaman Yoon di Seoul pada Jumat (3/1), di mana sekitar 3.000 polisi dan pendukung Yoon terlibat dalam kebuntuan yang menghalangi upaya penahanan. “Eksekusi surat perintah penahanan kami tunda karena kekhawatiran atas keselamatan di lokasi,” ujar CIO dalam pernyataan resminya.

Yoon menjadi presiden pertama dalam sejarah Korea Selatan yang menghadapi surat perintah penahanan saat masih menjabat. Krisis ini berawal dari deklarasi darurat militer yang ia sampaikan pada 3 Desember 2024, di mana ia menuduh partai oposisi Demokratik memblokir pemerintahan dan bersimpati pada Korea Utara. Langkah ini memicu kecaman luas, termasuk dari kabinetnya sendiri, yang memperingatkan dampak ekonomi dan diplomatiknya.

Surat perintah penahanan Yoon mencakup tuduhan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan. Jika terbukti bersalah, Yoon menghadapi hukuman penjara, bahkan hukuman mati. Namun, ia tetap menolak untuk memenuhi panggilan investigasi, memicu kritik terhadap pemerintahannya yang dianggap bertindak di luar konstitusi.

Tim keamanan presiden, yang dipimpin oleh Park Chong-jun, secara terbuka menolak untuk bekerja sama dengan penegak hukum, menyebut bahwa legalitas surat perintah penahanan masih diperdebatkan. Park mengklaim bahwa keamanan presiden telah berfungsi sebagai pelindung netral selama 60 tahun terakhir dan tidak boleh dikurangi menjadi “tentara pribadi.”

Pendukung Yoon juga tidak tinggal diam. Ribuan pendukung, termasuk anggota Partai Kekuatan Rakyat (PPP), menggelar protes besar-besaran di sekitar kediaman presiden untuk memblokir langkah penahanan. “Jika ada surat perintah baru, kami akan kembali,” ujar salah satu penyelenggara protes.

Pengamat menilai, situasi ini menempatkan Korea Selatan dalam wilayah yang belum pernah terjamah, baik secara hukum maupun politik. Jay Song, peneliti dari Curtin University, mencatat bahwa langkah CIO mungkin melemah karena kurangnya dukungan publik dan alat yang memadai untuk menegakkan hukum.

“Pendekatan hukum Yoon tampaknya berhasil, mengingat dukungan terhadap partainya justru meningkat di tengah krisis ini,” kata Song, mengacu pada hasil survei terbaru.

Sementara itu, Sekretaris Negara AS Antony Blinken, yang tengah berada di Seoul untuk pertemuan dengan pejabat pemerintah, menyatakan keyakinannya pada proses demokrasi Korea Selatan. “Kami percaya respons yang muncul akan tetap damai dan sesuai dengan konstitusi,” katanya dalam konferensi pers.

CIO telah mengajukan perpanjangan surat perintah penahanan ke pengadilan, sementara oposisi menyerukan pembubaran tim keamanan presiden yang dianggap melindungi Yoon secara ilegal. Pengadilan Konstitusional dijadwalkan memulai sidang pemakzulan pada 14 Januari mendatang, dengan keputusan akhir yang akan menentukan apakah Yoon diberhentikan secara permanen atau dipulihkan.

Di tengah ketegangan politik yang terus meningkat, nasib Yoon Suk Yeol menjadi ujian besar bagi demokrasi Korea Selatan, yang kini berada di persimpangan antara penegakan hukum dan kekuatan politik yang bertahan.

Artikel ini telah dibaca 3 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Pagar Laut dan Reklamasi: Konflik Ekosistem vs Kepentingan Modal

24 January 2025 - 13:25 WIB

Ekstradisi Paulus Tannos: Harapan Baru dalam Perjuangan Melawan Korupsi

24 January 2025 - 13:23 WIB

352 Sekolah Tutup, Bangkok di Peringkat Kota Tercemar Dunia

24 January 2025 - 13:14 WIB

Gekrafs Papua Pegunungan Rayakan HUT ke-6 dengan Dukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG)

23 January 2025 - 16:35 WIB

Amnesti Papua: Harapan Baru atau Sekadar Langkah Simbolis?

23 January 2025 - 16:34 WIB

Pengamat HAM Dukung Juha Christensen Jadi Mediator Konflik Papua: Momentum Perdamaian Baru

23 January 2025 - 16:32 WIB

Trending di Internasional