Suaraindo.com – Perang dagang yang dimulai oleh Amerika Serikat (AS) dengan beberapa negara, seperti China, Kanada, dan Meksiko, semakin meningkat dengan adanya tarif balasan. AS kini harus menghadapi kenaikan tarif sebesar 25% untuk sebagian besar barang impor dari Kanada dan Meksiko, serta tarif tambahan 10% untuk produk dari China. Kanada dan China telah mengumumkan tarif balasan terhadap produk-produk AS, dan Meksiko diperkirakan akan mengikuti langkah serupa dalam waktu dekat.
Kebijakan tarif yang diambil oleh Presiden AS, Donald Trump, dianggap oleh para ekonom sebagai penyebab penurunan lapangan pekerjaan, perlambatan pertumbuhan, serta kenaikan harga. Beberapa negara sedang mempersiapkan langkah-langkah untuk menjaga stabilitas ekonomi mereka di tengah eskalasi perang dagang ini. Berikut adalah rangkuman dari strategi yang diambil sejumlah negara:
China
Pemerintah China menargetkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5% pada tahun ini meskipun AS telah memberlakukan tarif terhadap produk-produk dari negara ini.
Menurut Bloomberg pada Kamis (6/3/2025), Pemerintah China mempercepat kajian untuk langkah-langkah baru yang bertujuan mendukung pelaku ekspor dan berencana memperkenalkan kebijakan tersebut pada waktu yang tepat, ungkap Menteri Perdagangan Wang Wentao. China juga berusaha menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan lebih banyak negara.
“Kami tidak menaruh semua harapan dalam satu keranjang, hal ini menggarisbawahi ketahanan perdagangan luar negeri China. Timur akan bersinar jika Barat tidak melakukannya. Selatan akan bersinar jika Utara tidak,” kata Wang.
Selain itu, pemerintah China juga berfokus pada kebijakan untuk memacu konsumsi domestik. Menteri Keuangan China, Lan Fo’an, menyatakan bahwa pemerintah memiliki banyak alat dan ruang kebijakan fiskal untuk mengatasi tantangan domestik dan eksternal.
Selain itu, Bank Sentral China (PBOC) berfokus untuk mempertahankan nilai tukar yuan dari tekanan depresiasi dan menghindari pelonggaran kebijakan yang lebih besar, meskipun mereka sedang mempelajari opsi untuk menurunkan suku bunga pinjaman struktural yang ditujukan untuk sektor-sektor tertentu.
Jerman
Calon Kanselir Jerman, Friedrich Merz, berencana untuk menghapuskan pembatasan fiskal yang selama ini membebani negara di bawah kepemimpinan Angela Merkel, untuk menghadapi dampak perang dagang yang dipicu oleh AS.
Merz menyatakan niatnya untuk meningkatkan anggaran belanja, terutama untuk sektor infrastruktur dan militer, guna menanggapi perang dagang yang diprakarsai oleh AS. Salah satu langkahnya adalah melonggarkan kebijakan fiskal yang disebut “rem utang negara” dengan meningkatkan utang struktural Jerman menjadi 1,4% dari PDB, dari 0,35% sebelumnya, dengan catatan rasio utang tetap di bawah 60%.
Kanada
Kanada mulai menerapkan tarif balasan sebesar 25% pada barang impor dari AS senilai C$155 miliar (US$107 miliar) pada Selasa (5/3/2025), jika AS tetap melanjutkan kebijakan tarif terhadap produk Kanada.
Menurut Reuters pada Rabu (5/3/2025), Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, mengonfirmasi bahwa tarif ini akan diterapkan dalam dua tahap. Gelombang pertama mencakup barang senilai C$30 miliar, sementara gelombang kedua akan berlaku setelah periode konsultasi selama 21 hari.
“Kebijakan ini akan tetap diberlakukan hingga AS mencabut tarif dagangnya. Jika mereka tetap bersikeras, kami siap menerapkan langkah-langkah balasan non-tarif yang saat ini sedang didiskusikan dengan pemerintah provinsi dan wilayah,” ujar Trudeau.
Kanada juga mempertimbangkan langkah balasan non-tarif, termasuk pengenaan pajak ekspor atas mineral penting yang digunakan oleh industri teknologi dan energi AS.
Indonesia
Indonesia tengah berupaya untuk mempercepat proses aksesi menjadi anggota penuh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) di tengah eskalasi perang dagang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, melakukan kunjungan kerja ke Paris, Prancis, pada 3—5 Maret 2025, untuk mempercepat proses aksesi ini dan bertemu dengan sejumlah pejabat penting di OECD.
“Pertemuan dengan Sekjen OECD diperlukan untuk membahas langkah lanjutan terkait proses aksesi Indonesia, terutama penyampaian Initial Memorandum Indonesia pada Pertemuan Dewan OECD Tingkat Menteri pada Juni 2025,” ujar Airlangga.
Airlangga berharap bahwa keanggotaan Indonesia dalam OECD akan meningkatkan daya saing negara di berbagai sektor, termasuk dalam perdagangan dunia.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyebutkan bahwa percepatan aksesi ini merupakan langkah pemerintah untuk mendiversifikasi pasar ekspor, sebagai upaya mitigasi terhadap dampak dari perang dagang, terutama yang melibatkan China dan AS.