Suaraindo.com – Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan akhirnya buka suara terkait aksi unjuk rasa pengemudi ojek online (ojol) yang menuntut legalitas status mereka sebagai karyawan, bukan lagi sebagai mitra seperti saat ini. Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri, mengungkapkan bahwa regulasi mengenai hal ini sudah dibentuk, namun penerapannya masih bergantung pada Menteri Ketenagakerjaan yang akan menjabat di kabinet mendatang.
“Yang saya tahu karena kita melaksanakan konsultasi publik dua minggu lalu di Tebet, mereka sangat menunggu kehadiran Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker), sangat senang dan sangat menunggu. Saya sampaikan kami sudah siap, tinggal menunggu proses lebih lanjut, disetujui menteri baru nanti,” kata Putri dalam pernyataannya di Gedung DPR, Sabtu (7/9/2024).
Peraturan ini menyasar status pekerja pengemudi ojek online, yang dipandang penting mengingat perkembangan teknologi dan panjangnya rantai pekerja di industri ini. Putri menambahkan bahwa fenomena pengakuan platform digital workers sebagai pekerja sudah terjadi di berbagai belahan dunia.
“Saya belum bisa sampaikan sekarang, yang jelas di-recognize atau diakui sebagai pekerja. Karena ini sudah menjadi fakta sekaligus tren di dunia bahwa di negara mana pun platform digital workers itu ada, eksis,” tegasnya.
Meskipun demikian, pengemudi ojek online masih meminta payung hukum yang lebih jelas terkait status mereka. Hingga saat ini, pemerintah belum bisa memastikan status final dari pengemudi ojol ke depannya.
“Kalau diakui pekerjaannya ya di dunia mengakui itu (driver ojol) pekerja. Kalau ada negara yang enggak mengakui pekerja ya pasti mohon maaf sudah diusir, diberangus. Ya di kita pekerja, tinggal masalah pengaturan lebih lanjut mengenai pekerja ini yang nanti akan kita atur, tunggu lah,” imbuh Putri.
Putri juga menegaskan bahwa perusahaan teknologi harus mematuhi aturan yang ada, termasuk menjamin keselamatan para mitranya. “Artinya kalau layak itu tidak boleh perbudakan modern, punya waktu kerja dan istirahat, harus dibayar sesuai dengan standar aturan yang berlaku… Kemudian tidak boleh rawan K3 -kesehatan dan keselamatan kerja- dan pelecehan seksual,” tutupnya.