Menu

Mode Gelap
Golkar Dukung Omnibus Law Setelah PT 20% Dihapus: Upaya Efisiensi dan Harmonisasi Aturan Indonesia Darurat Filisida: KPAI Soroti Faktor Ekonomi Sebagai Pemicu Utama Dasco Tegas Bantah Isu Megawati Telepon Prabowo Terkait Hasto dan KPK HET Beras Medium dan Premium 2025 Ditetapkan Sama seperti 2024 Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto Berharap Pimpinan KPK Mempertimbangkan Permohonan Praperadilan

Ekonomi · 6 Dec 2024 11:16 WIB ·

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12,5 persen, Asa Pembangunan Indonesia?


 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12,5 persen, Asa Pembangunan Indonesia? Perbesar

Suaraindo.com – Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun mengatakan “PPN akan diterapkan secara selektif kepada beberapa komoditas, baik itu barang dalam negeri maupun impor yang berkaitan dengan barang mewah sehingga pemerintah hanya memberikan beban itu kepada konsumen pembeli barang mewah,” ujarnya kepada wartawan di Ruang Sidang Kabinet, Kantor Kepresidenan Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas barang dan/atau jasa yang dijual atau diberikan. Kebijakan ini merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada 2021 dan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dan memperbaiki sistem perpajakan di Indonesia.

Sebelumnya, tarif PPN di Indonesia adalah 10 persen, namun mulai 1 April 2022, tarif ini meningkat menjadi 11 persen, dan pada 2024, tarif PPN menjadi 12,5 persen. Peningkatan ini dilakukan untuk menambah pendapatan negara, yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan dan program sosial.

PPN dikenakan pada sebagian besar transaksi barang dan jasa, baik yang dijual di dalam negeri maupun yang diimpor. Beberapa barang dan jasa tetap dikecualikan dari PPN, seperti kebutuhan pokok tertentu (beras, sayuran, dan sebagainya), pendidikan, dan kesehatan.

Disisi lain selain meningkatkan presentase kenaikan pajak pemerintah juga berupaya melakukan reformasi Pajak dengan memperbaiki sistem perpajakan di Indonesia, menjadikannya lebih efisien, dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam sebagai pendapatan negara, memperkenalkan pajak digital, seperti pajak atas transaksi ekonomi digital.Kendati demikian, kebijakan tersebut saat ini masih dilakukan pengkajian mendalam.

“Ini nanti akan masih dipelajari. Masyarakat tidak perlu khawatir karena ruang lingkup mengenai kebutuhan barang pokok, kemudian jasa pendidikan, jasa kesehatan, kemudian jasa perbankan, yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat pelayanan umum, jasa pemerintahan tetap tidak dikenakan PPN,” tutut Misbakhun.

Pengenaan tarif PPN yang lebih tinggi ini tentu dapat meningkatkan beban pajak bagi konsumen, namun juga bertujuan untuk memperbaiki fiskal negara dan meningkatkan pembiayaan bagi berbagai sektor pembangunan.

Artikel ini telah dibaca 6 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Golkar Dukung Omnibus Law Setelah PT 20% Dihapus: Upaya Efisiensi dan Harmonisasi Aturan

14 January 2025 - 10:18 WIB

Indonesia Darurat Filisida: KPAI Soroti Faktor Ekonomi Sebagai Pemicu Utama

14 January 2025 - 10:17 WIB

Dasco Tegas Bantah Isu Megawati Telepon Prabowo Terkait Hasto dan KPK

14 January 2025 - 10:14 WIB

HET Beras Medium dan Premium 2025 Ditetapkan Sama seperti 2024

13 January 2025 - 16:15 WIB

Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto Berharap Pimpinan KPK Mempertimbangkan Permohonan Praperadilan

13 January 2025 - 16:13 WIB

Pertemuan Pertama Pemprov Jakarta dengan Tim Transisi Pramono-Rano Dijadwalkan Hari Ini

13 January 2025 - 16:12 WIB

Trending di Nasional