Menu

Mode Gelap
Pagar Laut dan Reklamasi: Konflik Ekosistem vs Kepentingan Modal Ekstradisi Paulus Tannos: Harapan Baru dalam Perjuangan Melawan Korupsi 352 Sekolah Tutup, Bangkok di Peringkat Kota Tercemar Dunia Gekrafs Papua Pegunungan Rayakan HUT ke-6 dengan Dukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Amnesti Papua: Harapan Baru atau Sekadar Langkah Simbolis?

Internasional · 18 Mar 2024 04:27 WIB ·

Meski Dikritik, Netanyahu Kukuh “Usir” Warga Sipil Sebelum Bombardir Rafah


 Meski Dikritik, Netanyahu Kukuh “Usir” Warga Sipil Sebelum Bombardir Rafah Perbesar

Suaraindo.com – Meskipun menuai kritikan global, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dengan tegas menginstruksikan warga sipil untuk meninggalkan Rafah, wilayah di selatan jalur Gaza, sebelum wilayah tersebut dibombardir sebagai bagian dari upaya militer menargetkan kelompok militan Hamas.

Sikap ini menunjukkan ketegasan Israel dalam menghadapi kelompok tersebut, tanpa memperdulikan kekhawatiran internasional mengenai nasib hampir 1,5 juta pengungsi yang kini berada di Rafah, yang merupakan korban dari konflik yang berkelanjutan.

“Tujuan kami untuk menghabisi batalion teroris yang tersisa di Rafah sejalan dengan memungkinkan penduduk sipil meninggalkan Rafah. Ini bukanlah sesuatu yang akan kami lakukan dengan tetap mengunci penduduk di tempat,” kata Netanyahu, seperti dilaporkan oleh AFP.

Kendati mendapat kecaman dari berbagai pihak internasional, Netanyahu dengan tegas menyatakan bahwa Israel akan melanjutkan operasinya di Rafah, menegaskan kembali posisi negaranya bahwa tidak ada tekanan internasional yang akan menghalangi mereka dari mencapai tujuan perangnya.

Tindakan ini mencerminkan sikap tak tergoyahkan Israel terhadap Hamas, meskipun terdapat imbauan untuk menghindari eskalasi kekerasan yang dapat memperburuk kondisi kemanusiaan di Rafah.

Kepala Organisasi Kesehatan Dunia, Tedros Adhanom Ghebreyesus, secara spesifik telah meminta Israel untuk mempertimbangkan dampak kemanusiaan dari tindakannya dan menghindari serangan ke Rafah, menyoroti potensi bencana kemanusiaan yang dapat terjadi.

Sementara itu, Amerika Serikat, sebagai sekutu penting Israel, menyatakan posisi mereka yang tidak dapat mendukung operasi di Rafah tanpa adanya rencana yang jelas untuk melindungi warga sipil, menunjukkan adanya ketidaksepakatan bahkan dengan negara-negara sekutunya.

Penegasan ulang Netanyahu atas rencana Israel di Rafah datang di tengah meningkatnya ketegangan dengan Washington, terutama setelah kritik dari Pemimpin Mayoritas Senat AS, Chuck Schumer, yang menyerukan kepada Israel untuk mengadakan pemilihan umum baru sebagai langkah menuju perdamaian.

Netanyahu menanggapi kritik tersebut dengan mengatakan, “Kami bukan republik pisang,” menunjukkan ketidaksetujuannya dengan intervensi eksternal dan mempertahankan posisi kerasnya meski di bawah tekanan internasional.

Sikap ini menunjukkan keteguhan Israel di bawah kepemimpinan Netanyahu dalam menghadapi kritikan dan menegaskan kembali komitmen mereka terhadap tindakan militer yang diambil.
(BNI)

Artikel ini telah dibaca 16 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Ekstradisi Paulus Tannos: Harapan Baru dalam Perjuangan Melawan Korupsi

24 January 2025 - 13:23 WIB

352 Sekolah Tutup, Bangkok di Peringkat Kota Tercemar Dunia

24 January 2025 - 13:14 WIB

Pengamat HAM Dukung Juha Christensen Jadi Mediator Konflik Papua: Momentum Perdamaian Baru

23 January 2025 - 16:32 WIB

Resmi Diblokir, TikTok di Amerika Serikat Menghilang dari AppStore dan PlayStore

19 January 2025 - 16:20 WIB

Donald Trump Siap Luncurkan Kebijakan Kontroversial di Masa Jabatan Kedua

17 January 2025 - 13:04 WIB

Upaya Netanyahu Kubur Harapan Gencatan Senjata di Gaza

17 January 2025 - 12:56 WIB

Trending di Internasional