Menu

Mode Gelap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 4,87%, Mendagri: Lebih Baik dari AS dan Jepang Pemberangkatan Gelombang Pertama Selesai, 103 Ribu Jemaah Haji Indonesia Tiba di Madinah 25 Ribu Pengemudi Ojol Siap Nonaktifkan Aplikasi Selama 24 Jam Besok Kunjungan Resmi Presiden Prabowo ke Thailand: Perkuat Kemitraan Strategis Indonesia–Thailand Diplomasi Budaya Indonesia Menggema di Festival Film Cannes 2025

Kesehatan · 12 Feb 2025 11:46 WIB ·

Menteri Kesehatan RI Ungkapkan Penyebab Biaya Kesehatan di Indonesia Mahal


 Menteri Kesehatan RI Ungkapkan Penyebab Biaya Kesehatan di Indonesia Mahal Perbesar

Suaraindo.com – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia saat ini tidak berkelanjutan. Menurutnya, pertumbuhan anggaran kesehatan selalu melebihi laju pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB), yang menyebabkan masalah keuangan jangka panjang. Ia mencontohkan, saat ini sistem harus mengeluarkan sekitar Rp614 triliun per tahun, dan pertumbuhan belanja kesehatan yang lebih cepat dari PDB bisa menimbulkan kesulitan keuangan di masa depan.

Budi menjelaskan bahwa salah satu penyebab tingginya biaya kesehatan adalah kurangnya transparansi dalam biaya layanan medis. Ia mengungkapkan bahwa harga layanan medis dan obat-obatan di rumah sakit sangat bervariasi, bahkan bisa lebih tinggi hingga seratusan persen dibandingkan negara lain. Contohnya, biaya sunat yang bisa berbeda jauh antara fasilitas kesehatan swasta, rumah sakit umum daerah (RSUD), dan rumah sakit swasta besar, dengan perbedaan harga mencapai 100 persen hingga 1.000 persen.

Selain itu, harga obat di Indonesia juga tercatat lebih mahal, bisa sampai 300-400 persen dibandingkan dengan Malaysia. Budi menilai ketidakseimbangan informasi antara pasien dan penyedia layanan kesehatan, seperti dokter dan rumah sakit, menjadi faktor utama tingginya biaya ini. Pasien seringkali tidak memiliki pengetahuan atau informasi yang cukup untuk mempertanyakan biaya yang dikenakan, seperti ketika harus menjalani prosedur medis yang lebih banyak atau obat-obatan yang lebih mahal.

Untuk mengatasi masalah ini, Budi menekankan pentingnya memperkuat sistem asuransi kesehatan. Saat ini, hanya 32 persen dari total pengeluaran kesehatan yang dibayar melalui asuransi, padahal idealnya angka ini bisa mencapai 80-90 persen. BPJS Kesehatan baru menanggung 27 persen, sementara asuransi swasta hanya 5 persen. Jika angka ini bisa ditingkatkan, Budi yakin hal ini akan memberi kekuatan untuk menekan biaya layanan kesehatan.

Budi juga menekankan bahwa porsi asuransi yang lebih besar sebaiknya didominasi oleh pemerintah, bukan swasta, untuk mencegah terjadinya praktik yang merugikan masyarakat, seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Ia memperingatkan bahwa jika pembiayaan kesehatan tidak dikendalikan, dalam 10 tahun mendatang, beban anggaran negara akan semakin berat dan bisa berujung pada krisis politik.

Artikel ini telah dibaca 12 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 4,87%, Mendagri: Lebih Baik dari AS dan Jepang

19 May 2025 - 14:43 WIB

Pemberangkatan Gelombang Pertama Selesai, 103 Ribu Jemaah Haji Indonesia Tiba di Madinah

19 May 2025 - 14:41 WIB

25 Ribu Pengemudi Ojol Siap Nonaktifkan Aplikasi Selama 24 Jam Besok

19 May 2025 - 14:40 WIB

Kunjungan Resmi Presiden Prabowo ke Thailand: Perkuat Kemitraan Strategis Indonesia–Thailand

18 May 2025 - 15:10 WIB

Diplomasi Budaya Indonesia Menggema di Festival Film Cannes 2025

18 May 2025 - 15:09 WIB

Kebakaran Besar di Pabrik Karet Padang, Aparat Amankan Lokasi dan Bantu Evakuasi

18 May 2025 - 15:06 WIB

Trending di Bencana Alam