Suaraindo.com – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkapkan bahwa saat ini Uni Eropa sedang melakukan lobi terhadap Indonesia terkait kebijakan ekspor produk turunan nikel. Ini terjadi setelah Uni Eropa mengajukan gugatan terhadap Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengenai pelarangan ekspor bijih nikel.
Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, menjelaskan bahwa Uni Eropa kini telah membuka negosiasi terkait gugatan tersebut. Dalam negosiasi, Uni Eropa meminta Indonesia untuk tidak melarang ekspor prekusor katoda, dengan pengecualian pada ekspor bijih nikel.
“Kita memang tidak larang. Tapi saya bilang, kami juga punya hak survive gak bisa kalian dikte kami. Jadi kita sekarang nikel ore jadi stainless steel pertambahan tinggi sekali,” kata Luhut dalam sebuah rapat kerja bersama Banggar DPR RI.
Luhut menambahkan bahwa Uni Eropa telah mulai mengakui hak Indonesia atas kepemilikan sumber daya alamnya, khususnya nikel. “Mereka sudah mulai mengakui bahwa kita punya hak untuk itu. Tapi mereka minta turunannya jangan dilarang ekspor dong. Ya emang kita gak mau larang,” ucapnya setelah rapat.
Pada kasus ini, Indonesia mengalami kekalahan dalam gugatan awal oleh UE di WTO tahun lalu. Pemerintah Indonesia kini tengah mengajukan banding atas gugatan tersebut. Namun, pembentukan panel banding mengalami hambatan karena adanya blokade oleh Amerika Serikat yang menuntut reformasi besar-besaran di WTO sebelum menyetujui pembentukan Appellate Body.
Staf Khusus Mendag Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan, menjelaskan situasi tersebut kepada CNBC Indonesia. “Sampai saat ini negosiasi pembentukan AB masih belum sepakat karena Amerika Serikat (AS) masih menolak. Seperti diketahui AS menolak karena menuntut dilakukannya total reformasi di WTO. Selama itu belum terjadi mereka akan tetap menolak dibentuknya Appellate Body,” kata Bara.
Menurut Bara, belum ada kepastian kapan banding Indonesia di WTO akan berlangsung, menambahkan bahwa kasus Indonesia berada di antrian ke-21 untuk diproses di Badan Banding WTO.