Menu

Mode Gelap
Indonesia Dihujani Mobil Listrik dan Hybrid, Bagaimana Nasib Kendaraan Bensin? Kemendikdasmen Tekankan Pentingnya Literasi dan Numerasi demi Masa Depan Bangsa Istana Tegaskan Pentingnya Keahlian TNI dalam Pengisian 16 Jabatan Sipil Pemerintah Perkuat Food Estate untuk Ketahanan Pangan Nasional Komitmen Pemerintah dalam Revisi UU TNI untuk Stabilitas dan Kemajuan Bangsa

Internasional · 27 Jul 2024 09:06 WIB ·

Laos Terjerat Utang China: Proyek Infrastruktur BRI Tak Beri Hasil Sesuai Harapan


 Laos Terjerat Utang China: Proyek Infrastruktur BRI Tak Beri Hasil Sesuai Harapan Perbesar

Suaraindo.com — Sebagai bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/BRI), China telah mengucurkan pinjaman bernilai miliaran dolar AS kepada Laos untuk pengembangan infrastruktur energi dan jalur kereta api berkecepatan tinggi. Proyek-proyek besar ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Laos dalam jangka panjang. Salah satu proyek utama adalah pembangunan bendungan hidroelektrik di Sungai Mekong, dengan tujuan menjadikan Laos sebagai “baterai” Asia Tenggara. Namun, hingga kini, proyek-proyek tersebut belum memberikan keuntungan ekonomi yang signifikan.

Data ekonomi terbaru menunjukkan bahwa Laos menghadapi beban utang yang besar, mencapai 13,8 miliar dolar AS pada akhir 2023, yang mewakili lebih dari 100 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Utang dari China sendiri mencapai setengah dari total utang luar negeri Laos sebesar 10,5 miliar dolar AS.

Zachary Abuza, seorang profesor di National War College, Washington, yang berfokus pada Asia Tenggara, menyatakan bahwa Laos sedang menuju krisis utang.

“Beban utangnya tidak hanya dari China. Laos memiliki utang yang sangat tinggi dan utang tersebut tidak digunakan secara produktif,” ujarnya kepada DW.

Proyek jalur kereta api yang seharusnya meningkatkan konektivitas ke Bangkok, Thailand, juga tidak memberikan manfaat ekonomi yang diharapkan. Hal ini menyebabkan penurunan nilai tukar mata uang Kip sebesar 30 persen pada tahun 2023 dan inflasi yang melonjak, menjadikan inflasi Laos sebagai yang tertinggi kedua di kawasan ini.

Pemerintah China mengklaim telah melakukan yang terbaik untuk membantu Laos mengurangi beban utangnya. Namun, Abuza berpendapat bahwa tanggung jawab atas masalah ekonomi Laos juga harus dipikul oleh pemerintah setempat yang terlalu banyak berutang untuk proyek-proyek yang tidak memberikan pengembalian yang diharapkan. Pinjaman dari China dikenakan bunga 4 persen, yang tergolong tinggi untuk proyek konstruksi, dibandingkan dengan pinjaman dari Jepang dan Bank Dunia yang biasanya di bawah 1 persen.

China selama ini dituduh oleh negara-negara Barat menerapkan “jebakan utang” dengan membiayai proyek-proyek besar di negara berkembang yang akhirnya kesulitan membayar kembali pinjamannya. Namun, Abuza menegaskan bahwa kesalahan terbesar terletak pada pemerintah Laos yang membuat keputusan untuk berutang dalam jumlah besar tanpa pertimbangan yang matang mengenai pengembalian ekonominya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China menyatakan bahwa Beijing umumnya harus mengambil risiko politik dan keamanan yang tinggi untuk proyek-proyek ini. Jika Laos bangkrut, China berisiko kehilangan uang yang disimpan di rekening Bank of China atau aset dalam bentuk pertukaran ekuitas

Artikel ini telah dibaca 49 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Trump Batasi WNA Masuk ke Wilayahnya

16 March 2025 - 23:21 WIB

Usulan Tuntutan Rusia ke AS untuk Akhiri Memerangi Ukraina

14 March 2025 - 09:25 WIB

Sekjen Partai Komunis Vietnam Bertemu Presiden Prabowo: Perkuat Kemitraan Strategis

9 March 2025 - 12:48 WIB

Perang Dagang AS Memanas, Negara-negara Bersiap Hadapi Dampaknya

8 March 2025 - 12:39 WIB

Zelenskyy Menyesali Pertengkaran dengan Donald Trump

6 March 2025 - 09:16 WIB

Trump Naikkan Tarif Impor dari Kanada, Meksiko, dan China, Perdagangan Global Memanas

4 March 2025 - 13:13 WIB

Trending di Ekonomi