Menu

Mode Gelap
Pemerintah Kejar Pertumbuhan Ekonomi 5,2 – 5,8 Persen pada 2026 KPK Tegaskan Tetap Bisa Usut Korupsi di BUMN Lewat Surat Edaran Baru Indonesia dan Thailand Sepakat Desak Gencatan Senjata dan Akses Kemanusiaan untuk Gaza Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 4,87%, Mendagri: Lebih Baik dari AS dan Jepang Pemberangkatan Gelombang Pertama Selesai, 103 Ribu Jemaah Haji Indonesia Tiba di Madinah

Internasional · 12 Jul 2024 15:12 WIB ·

Khawatir Deepfake: Teknologi AI Jadi Ancaman Serius Menjelang Pemilu AS


 Khawatir Deepfake: Teknologi AI Jadi Ancaman Serius Menjelang Pemilu AS Perbesar

Suaraindo.com – Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) semakin pesat di tengah musim pemilu di Amerika Serikat, menimbulkan kekhawatiran tentang maraknya peredaran informasi palsu yang umumnya berformat deepfake. Deepfake adalah konten visual seperti foto atau video yang dapat dibuat dengan mudah menggunakan bahan yang ada di internet, meniru perawakan dan suara seseorang hingga sangat mirip dengan aslinya.

Menurut laporan baru dari Moody minggu ini, AI-generatif dan deepfake menjadi masalah besar dalam menjaga integritas pemilu.

“Pemilu akan menantang, terutama dengan meningkatnya peredaran deepfake untuk menggiring opini sesat para pemilih,” kata Vice President dan Analyst Moody, Gregory Sobel, dan Senior Vice President Moody, William Foster, seperti dikutip dari CNBC International, Kamis (11/7/2024).

Mereka menambahkan bahwa keberhasilan penyebaran disinformasi dapat mempengaruhi suara pemilih dan hasil pemilu, serta kredibilitas institusi di AS.

Pemerintah AS telah mengambil langkah-langkah untuk memerangi deepfake. Pada Mei lalu, Kepala Komisi Komunikasi Federal (FCC), Jessica Rosenworcel, mengusulkan aturan baru yang meminta iklan TV politik, video, dan radio untuk memberikan label pada konten yang dibuat dengan AI-generatif. Meskipun media sosial tidak diatur oleh FCC, Komisi Pemilu Federal (FEC) turut mengawasi penyebaran AI di berbagai platform.

Beberapa platform seperti Meta telah berinisiatif memberikan label khusus untuk konten buatan AI. Namun, karena volume unggahan yang besar setiap harinya, tidak semua konten bisa diberi label.

Moody memperingatkan bahwa deepfake saat ini sudah digunakan oleh pemerintah atau organisasi non-pemerintah untuk menyebarkan propaganda di media sosial dan, dalam bentuk ekstrem, dapat memicu aksi terorisme. AS, sebagai salah satu negara paling rentan terhadap kejahatan siber, menempati urutan ke-19 dari 192 negara dalam E-Government Development Index PBB.

“Tak menutup kemungkinan bahwa banyak oknum-oknum di luar lanskap politik AS yang mengeksploitasi AI-generatif untuk memengaruhi politik AS. Untuk pemilih, sebaiknya tetap tenang, siaga, dan pilih sesuai pilihan dengan mengambil informasi yang akurat,” kata Jon Adams dari Securworks.

Artikel ini telah dibaca 14 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Indonesia dan Thailand Sepakat Desak Gencatan Senjata dan Akses Kemanusiaan untuk Gaza

20 May 2025 - 15:13 WIB

Pemberangkatan Gelombang Pertama Selesai, 103 Ribu Jemaah Haji Indonesia Tiba di Madinah

19 May 2025 - 14:41 WIB

25 Ribu Pengemudi Ojol Siap Nonaktifkan Aplikasi Selama 24 Jam Besok

19 May 2025 - 14:40 WIB

Kunjungan Resmi Presiden Prabowo ke Thailand: Perkuat Kemitraan Strategis Indonesia–Thailand

18 May 2025 - 15:10 WIB

Diplomasi Budaya Indonesia Menggema di Festival Film Cannes 2025

18 May 2025 - 15:09 WIB

Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Kolaborasi dan Perbaikan Terus Diperkuat Menuju Zero Accident

17 May 2025 - 12:03 WIB

Trending di Ekonomi