Suaraindo.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia telah mengidentifikasi indikasi pengoplosan gas LPG non subsidi dengan LPG bersubsidi, terutama di wilayah Jakarta dan Bali. Plt Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas), Dadan Kusdiana, mengungkapkan temuan tersebut berdasarkan inspeksi mendadak di sejumlah Hotel, restoran, dan kafe (HOREKA) yang dilakukan pada bulan April 2024.
Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Dadan menyampaikan, “Di DKI, Bogor, Depok, dan Bali kami menemukan harga jual LPG tabung 12 kg dan 50 kg yang jauh di bawah harga LPG 3 kg, sehingga memunculkan indikasi adanya oplosan.”
Contoh konkret dari praktik ini adalah penjualan tabung LPG 50 kg yang diduga dioplos, dijual seharga Rp 600 ribu, padahal harga pasaran yang ditetapkan oleh Pertamina berkisar Rp 900 ribu per tabung. “Misalnya untuk LPG tabung 50 kg harganya Rp 600 ribu, padahal harga dari Pertamina itu kisaran Rp 900 ribu per tabung,” jelas Dadan.
Lebih jauh, Dadan menambahkan bahwa Kementerian ESDM telah berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memastikan penyaluran LPG 3 kg lebih tepat sasaran, serta untuk memberikan keterangan ahli dalam perkara penyalahgunaan penyaluran LPG tersebut. “Koordinasi dengan APH dalam rangka pemberian keterangan ahli atas perkara penyalahgunaan penyaluran LPG tabung 3 kg yang meningkat setiap tahun,” ucapnya.
Dadan juga mengungkapkan bahwa selama periode 2022-2024, telah ditemukan 149 kasus pidana terkait pemindahan isi gas dari tabung LPG 3 kg ke tabung LPG non subsidi, dan 23 kasus pelanggaran administrasi. “Sejak 2022-2024 terdapat 23 kasus pelanggaran administrasi dan 149 kasus pidana berupa pemindahan isi gas dari tabung LPG 3 kg,” tegasnya.