Suaraindo.com – Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membawa Indonesia bergabung dengan blok BRICS (Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan), sebuah langkah yang berbeda dari arah kebijakan Presiden Joko Widodo sebelumnya, yang lebih fokus pada Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Menurut Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian, Edi Prio Pambudi, OECD dan BRICS memiliki peran berbeda. OECD berfungsi sebagai lembaga untuk menetapkan standar ekonomi dan sosial tinggi, sementara BRICS merupakan blok yang berupaya menciptakan tata kelola dunia yang lebih inklusif.
Edi menegaskan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif memungkinkan negara untuk bergabung dalam berbagai organisasi sesuai dengan kepentingan nasional. “Ekonomi kita terbuka, dan kebijakan bebas aktif berarti kita bisa memilih siapapun yang memberikan manfaat terbaik bagi kepentingan domestik,” jelasnya.
Pemerintahan Prabowo telah resmi mengajukan permintaan untuk bergabung dengan BRICS melalui surat ketertarikan yang disampaikan Menteri Luar Negeri Sugiono di KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia. Menlu Sugiono menegaskan bahwa langkah ini mencerminkan politik luar negeri Indonesia yang aktif di semua forum internasional tanpa terikat pada satu blok tertentu.
Edi juga menjelaskan bahwa meski BRICS berbeda dengan OECD, keanggotaan dalam kedua organisasi tersebut tetap penting bagi Indonesia. Jika OECD berfokus pada peningkatan indikator ekonomi dan sosial, BRICS menawarkan peluang untuk memperkuat posisi Indonesia dalam tata kelola global melalui kerja sama dengan negara-negara berkembang berpengaruh.
Keputusan ini juga mencerminkan usaha Indonesia untuk memperkuat hubungan ekonomi dengan negara-negara besar dan menjaga keseimbangan geopolitik, serta merespons dinamika global yang terus berubah.