Suaraindo.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah signifikan kaum muda Indonesia yang tidak terlibat dalam pendidikan, pekerjaan, atau pelatihan (NEET), yang mencapai 22,25% dari total penduduk usia 15-24 tahun. Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Maliki, mengidentifikasi beberapa faktor yang berkontribusi pada tingginya jumlah NEET, termasuk kesalahan memilih jurusan dan tingginya biaya pendidikan. “Kalau dia memang mempunyai latar belakang yang cukup unik atau tidak cocok, bisa sampai 1 atau 2 tahun, NEET terjadi karena masalah ini,” ujar Maliki.
Maliki menambahkan, “Ada ketidakcocokan antara apa yang dipelajari di sekolah atau pelatihan dengan permintaan dunia kerja, mismatch ini yang memberikan waktu tunggu cukup panjang,” menekankan dampak negatif mismatch skill terhadap lapangan kerja untuk kaum muda. Dia juga menyebutkan bahwa biaya pendidikan tinggi sering menjadi penghalang bagi lulusan SMA yang ingin melanjutkan studi.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, Denni Puspa Purbasari, mendukung pandangan ini, menyoroti ketidaksesuaian keterampilan sebagai penyebab utama pengangguran di kalangan Gen Z. “Bisa saja skill mismatch, skill yang mereka miliki beda dengan yang dituntut perusahaan,” kata Denni, menambahkan bahwa masalah ini diperparah oleh kurangnya dana untuk pendidikan dan pelatihan.