Suaraindo.com – Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Pegunungan menyatakan kekecewaannya terhadap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Pegunungan, yang dinilai seolah lepas tangan sejak lembaga legislatif itu resmi dilantik pada November 2024 lalu.
Wakil Ketua II DPRP Papua Pegunungan, Bertus Asso, mengungkapkan bahwa sejak pelantikan, pihaknya merasa terkatung-katung tanpa arahan jelas mengenai tugas maupun tanggung jawab yang seharusnya dijalankan, termasuk terkait pembahasan anggaran serta kejelasan keberadaan kantor DPRP.
“Setelah kami dilantik, seharusnya ada transparansi mengenai program yang perlu kami dorong, termasuk penentuan lokasi kantor DPRP. Namun, hingga saat ini, semuanya diabaikan. Kami merasa dibiarkan begitu saja, seolah-olah ditinggalkan,” ujar Bertus pada Selasa (18/2/2025).
Lebih lanjut, Bertus menyoroti ketidakjelasan terkait status Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) DPRP Papua Pegunungan. Ia mengaku sempat dilibatkan dalam pembahasan awal anggaran di Jayapura, namun hingga kini pihaknya belum menerima kejelasan mengenai kelanjutan dokumen tersebut.
“Kami dan staf masih bingung harus berkantor di mana bersama ibu Sekwan (Sekretaris Dewan). Hingga kini, kami belum tahu apakah DPA itu sudah ada di sini atau belum. Ketidakjelasan ini menciptakan kecurigaan yang menghambat kinerja kami,” lanjutnya.
Menurut Bertus, kantor DPRP seharusnya menjadi honai atau rumah utama bagi masyarakat Papua Pegunungan untuk menyampaikan aspirasi mereka. Ia menegaskan bahwa kantor Gubernur hanya berfungsi sebagai tempat kerja aparatur sipil negara (ASN), sementara DPRP adalah representasi langsung rakyat.
“Honai rakyat Papua Pegunungan ada di sini, bukan di kantor Gubernur. Sebagai wakil rakyat, kami berdiri di sini untuk mewakili suara masyarakat,” tegas mantan anggota DPRD Jayawijaya itu.
Ia juga menyoroti aksi demonstrasi pelajar terkait program Makanan Bergizi (MBG) yang digelar di kantor Gubernur. Menurutnya, aksi serupa seharusnya dilakukan di kantor DPRP, sehingga lembaga legislatif dapat memanggil pihak eksekutif dan menyampaikan aspirasi tersebut ke pemerintah pusat.
“Dari DPRP, barulah kami dapat menyurat atau memediasi langsung dengan presiden atau menteri terkait program makanan bergizi ini. Kami bisa mencari solusi konkret. Tapi kalau aspirasi disampaikan di kantor gubernur, semuanya jadi terputus tanpa kejelasan,” pungkasnya.