Suaraindo.com – Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, akan resmi dilantik pada 20 Januari 2025, dengan sejumlah janji dan kebijakan kontroversial yang sudah ia ungkapkan selama kampanye. Politisi berusia 78 tahun ini berencana memulai masa jabatannya dengan serangkaian langkah besar yang berpotensi membawa dampak signifikan, baik di dalam negeri maupun di panggung internasional.
Salah satu langkah pertama yang direncanakan adalah peluncuran program deportasi massal terhadap imigran tidak berdokumen. Trump telah berulang kali menyatakan niatnya untuk mendeportasi hampir 11 juta migran yang tinggal di AS tanpa dokumen resmi. “Pada hari pertama, saya akan meluncurkan program deportasi terbesar dalam sejarah Amerika untuk mengeluarkan para penjahat,” ucap Trump dalam rapat umum di New York pada Oktober 2024.
Selain itu, Trump juga berencana mengakhiri asas ius soli, yang selama ini memberikan kewarganegaraan otomatis kepada siapa pun yang lahir di AS berdasarkan Amandemen ke-14 Konstitusi. Langkah ini telah menuai perdebatan tajam, mengingat implikasinya terhadap hak-hak imigran.
Dalam bidang kebijakan luar negeri, Trump berjanji mengakhiri perang Rusia-Ukraina dalam waktu 24 jam setelah menjabat. Ia mengklaim memiliki hubungan baik dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin, serta menyatakan bahwa pendekatannya akan lebih efektif dibandingkan pemerintahan Joe Biden. Meski demikian, ia menolak bertemu Putin sebelum pelantikannya.
Trump juga berencana menerapkan tarif besar-besaran pada impor dari berbagai negara. Tarif 25% akan dikenakan pada produk yang masuk dari Meksiko dan Kanada, serta tarif hingga 60% untuk barang dari China. Trump berdalih kebijakan ini akan melindungi lapangan kerja di AS dan mengurangi ketergantungan pada impor asing, meski para ekonom memperingatkan bahwa langkah ini dapat merugikan ekonomi AS dan meningkatkan harga barang.
Di sisi kebijakan fiskal, Trump berencana memperpanjang pemotongan pajak yang disahkan pada 2017 dan menurunkan tarif pajak perusahaan dari 21% menjadi 15%. Meski ia mengklaim langkah ini akan merangsang pertumbuhan ekonomi, para ekonom memproyeksikan bahwa kebijakan tersebut dapat meningkatkan utang nasional hingga USD 5,8 triliun dalam satu dekade ke depan.
Sikap Trump terhadap NATO juga menjadi perhatian. Ia sebelumnya mengkritik aliansi tersebut dan mengisyaratkan pengurangan keterlibatan AS. Hal ini sangat kontras dengan pendekatan pemerintahan Biden yang proaktif dalam mendukung Ukraina.
Kebijakan-kebijakan ini mencerminkan visi Trump yang berfokus pada America First, namun juga menimbulkan banyak kekhawatiran di kalangan domestik dan internasional. Masa jabatan kedua Trump dipastikan akan membawa perubahan besar yang berpotensi mengguncang perekonomian dan tatanan geopolitik global.