Suaraindo.com – Di kawasan Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, kelangkaan gas LPG 3 kilogram ternyata masih menjadi masalah yang cukup mengganggu. Baik pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) maupun warga setempat harus berjuang keras untuk mendapatkan gas bersubsidi ini. Mereka bahkan harus rela antre panjang sejak subuh untuk membeli gas melon yang harganya jauh lebih murah dibandingkan gas non-subsidi.
Imam, seorang penjual mi ayam yang ditemui di SPBU Kedoya, mengungkapkan betapa sulitnya mencari stok LPG 3 kilogram. Setiap hari, Imam harus mengakali pembelian gas agar usahanya tetap bisa berjalan. Meski ada aturan baru yang mengubah warung penjual gas menjadi sub pangkalan, Imam merasa hal itu belum cukup membantu. “Sama saja, masih susah nyari gas, stoknya kosong terus,” kata Imam dengan nada kecewa.
Imam menceritakan bahwa setiap hari, ia harus antre sejak pukul 05.00 WIB di outlet gas milik Pertamina. Namun, antrean panjang sering kali membuatnya mengurungkan niat. Akhirnya, ia memilih untuk keliling Jakarta Barat demi mencari satu tabung gas yang bisa ia gunakan untuk masak dan berjualan. “Kadang ke Jembatan Lima, cari gasnya,” ungkapnya.
Imam membutuhkan dua tabung gas setiap harinya untuk kebutuhan jualan dan memasak. Ia berharap masalah kelangkaan ini bisa segera teratasi, dan gas LPG 3 kilogram bisa tersedia dengan harga yang wajar. “Yang penting ada barangnya, enggak masalah kalau harganya sedikit lebih tinggi,” ujarnya.
Tak hanya Imam, masalah serupa juga dialami oleh warung kelontong milik Safa di Kedoya. Selama seminggu terakhir, Safa terpaksa menutup sementara penjualan gas LPG 3 kilogram karena stoknya kosong. Pangkalan gas yang biasa mengirimkan barang juga belum datang, dan Safa tidak tahu harus bagaimana. “Mereka (kurir pangkalan) enggak datang-datang,” keluh Safa.
Safa pun merasa bingung dengan adanya aturan baru mengenai sub pangkalan. “Saya enggak tahu cara mendaftarkan warung saya, enggak ada yang memberi informasi,” ujar Safa. Ia berharap distribusi gas bisa normal kembali, sehingga masyarakat tidak perlu kesulitan lagi untuk mendapatkan barang ini.
Pemerintah pun menyadari bahwa masalah kelangkaan gas LPG 3 kilogram ini harus segera diatasi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa mulai 3 Februari 2025, warung-warung kelontong bisa menjual gas LPG 3 kilogram asalkan mereka mendaftar menjadi sub pangkalan. Pendaftaran ini tidak dipungut biaya, dan pemerintah menjanjikan adanya pengawasan melalui aplikasi MyPertamina. Dengan sistem ini, diharapkan penjualan gas dapat lebih terkontrol, dan distribusinya bisa lebih merata.
Pendaftaran sub pangkalan dilakukan untuk mengurangi permasalahan yang terjadi selama ini, di mana harga gas LPG seringkali melambung tinggi dan distribusinya tidak merata. Bahlil menyatakan, harga gas LPG di sub pangkalan mungkin sedikit lebih mahal dibandingkan pangkalan resmi, namun tetap dalam batas yang wajar. “Harga LPG seharusnya maksimal Rp 19.000 per tabung, karena subsidi dari negara untuk gas ini cukup besar,” jelas Bahlil.
Semoga dengan penerapan aturan baru ini, distribusi gas LPG 3 kilogram dapat lebih lancar dan masyarakat, terutama pelaku UMKM seperti Imam dan Safa, tidak lagi terbebani dengan kelangkaan gas yang meresahkan. Sebab, seperti yang diungkapkan Imam, “Yang penting ada barangnya, itu sudah cukup.”