Suaraindo.com – Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB ke-16 (COP16) resmi dimulai pada 21 Oktober 2024 di Cali, Kolombia, dengan menghadirkan urgensi bagi komunitas global untuk mengambil tindakan nyata dalam melindungi keanekaragaman hayati yang terancam punah. Pertemuan yang berlangsung hingga 1 November ini dihadiri sekitar 12.000 delegasi dari hampir 200 negara, organisasi masyarakat sipil, serta lembaga keuangan, yang berkumpul untuk merumuskan solusi terhadap krisis ekologi yang semakin parah.
COP16 merupakan forum di bawah naungan Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati (CBD), bertujuan membahas langkah-langkah konkret untuk melestarikan alam dan menghentikan kerusakan ekosistem. Pertemuan kali ini menjadi tindak lanjut dari Kesepakatan Kunming-Montreal 2022, yang menetapkan target ambisius “menghentikan dan membalikkan” hilangnya keanekaragaman hayati pada tahun 2030, termasuk melindungi 30 persen daratan dan lautan dunia.
Dalam sambutan video yang ditayangkan di depan peserta, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menekankan pentingnya mobilisasi dana yang besar melalui Dana Kerangka Keanekaragaman Hayati Global (GBFF). Hingga kini, dana yang terkumpul hanya mencapai USD 250 juta, jauh di bawah target sebesar USD 200 miliar per tahun yang diperlukan untuk mendukung konservasi global. “Kita harus keluar dari COP16 dengan komitmen pendanaan yang signifikan,” ujar Guterres, seraya menyoroti bahwa kegagalan memenuhi target ini dapat mempercepat laju kepunahan spesies dan mengganggu stabilitas kehidupan manusia.
Konferensi ini juga berlangsung di tengah ancaman dari kelompok gerilyawan Kolombia, EMC, yang mendesak para delegasi asing untuk tidak hadir, meskipun pemerintah telah memperketat keamanan dengan melibatkan ribuan personel militer dan kepolisian. Presiden Kolombia Gustavo Petro memastikan kesiapan pemerintah untuk menjaga keamanan kota Cali selama pertemuan berlangsung.
Berbagai isu krusial menjadi fokus pembahasan di COP16, mulai dari pendanaan konservasi, pengelolaan kawasan lindung, hingga pengakuan hak masyarakat adat dan pembagian manfaat dari sumber daya genetik. Selain itu, penggunaan indikator pengetahuan tradisional dan rencana aksi gender juga diangkat untuk memastikan keberhasilan target yang ditetapkan. Para peserta dihadapkan pada tantangan besar dengan waktu yang semakin terbatas, dan pertemuan ini dipandang sebagai momen penting bagi dunia untuk menyepakati langkah-langkah konkret dalam melindungi keanekaragaman hayati dan menjaga masa depan planet ini.
Dengan krisis ekologi yang semakin nyata dan lebih dari satu juta spesies terancam punah, COP16 menjadi penentu arah bagi upaya global dalam menyelamatkan keanekaragaman hayati dan memastikan bumi tetap mampu menopang kehidupan manusia.