Menu

Mode Gelap
Swasembada Energi Berpotensi Hemat Hingga Rp939 Triliun per Tahun Pemerintah Longgarkan Impor Nampan Demi Dukung Program Makan Bergizi Gratis Percepat Pembangunan 1.000 Dapur MBG di Pesantren, Tiga Lembaga Teken MoU Pemerintah Deregulasi Impor 10 Komoditas, Dorong Investasi dan Daya Saing Nasional Permintaan Turun, Pemerintah Dorong Diversifikasi Ekspor Batu Bara RI ke Luar China dan India

Ekonomi · 10 Oct 2024 14:09 WIB ·

Bitcoin Terseret Tren Negatif, Tekanan dari AS dan Tiongkok Meningkat


 Bitcoin Terseret Tren Negatif, Tekanan dari AS dan Tiongkok Meningkat Perbesar

Suaraindo.com – Harga Bitcoin kembali mengalami penurunan signifikan pada Rabu lalu, terseret ke level $60.5K akibat tekanan jual yang datang dari institusi di Amerika Serikat dan pasar Tiongkok. Penurunan ini berkontribusi pada pelemahan pasar kripto secara keseluruhan, di mana total kapitalisasi pasar turun 1% menjadi $2.13 triliun. Selain itu, lebih dari $40 juta posisi long Bitcoin dilikuidasi, memperburuk volatilitas pasar.

Salah satu indikator utama yang menandai adanya tekanan jual institusional adalah pelebaran kesenjangan Coinbase Premium. Indikator ini menunjukkan perbedaan harga Bitcoin antara bursa Coinbase (USD) dan Binance (USDT). Pada Rabu, Coinbase Premium melebar hingga -$48.4, mengisyaratkan adanya aksi jual besar-besaran dari institusi di Amerika Serikat. Di Korea Selatan, fenomena serupa terjadi dengan premium Bitcoin yang kembali negatif, mengindikasikan tekanan jual yang meluas secara global.

Selain tekanan dari institusi AS, pengaruh pasar Tiongkok juga kembali menjadi perhatian. Baru-baru ini, skema Ponzi PlusToken yang dibongkar otoritas Tiongkok kembali menyita perhatian setelah Ethereum (ETH) yang terkait dengan kasus tersebut mulai dipindahkan ke bursa kripto. Pemindahan 7.000 ETH ini menimbulkan kekhawatiran bahwa gelombang penjualan besar-besaran Bitcoin dari aset yang disita bisa terjadi, menciptakan tekanan jual yang lebih besar di pasar.

Di sisi lain, analis pasar kripto juga mencatat bahwa Bitcoin sedang memasuki fase konsolidasi yang mirip dengan tren historis. Analis veteran, Michael van de Poppe, mengaitkan konsolidasi saat ini dengan pola yang terjadi pada tahun 2015, di mana harga Bitcoin berfluktuasi dalam kisaran sempit selama lebih dari 200 hari sebelum mengalami lonjakan besar. Menurutnya, jika pola ini berulang, Bitcoin mungkin akan segera mengalami breakout yang signifikan.

Namun, risiko penurunan harga lebih lanjut tetap ada. Justin Bennett, seorang analis profesional, memprediksi bahwa Bitcoin bisa jatuh hingga $57.500 jika harga gagal bertahan di atas $60.000. Sentimen pasar saat ini juga menunjukkan kecenderungan bearish, di mana para trader berjangka lebih cenderung melakukan penjualan dalam jangka pendek. Hal ini semakin memperkuat potensi penurunan yang bisa terjadi dalam beberapa hari mendatang.

Secara keseluruhan, Bitcoin berada dalam situasi yang penuh ketidakpastian, dengan tekanan jual dari Amerika Serikat dan Tiongkok yang terus meningkat. Meskipun ada potensi lonjakan harga jangka panjang, terutama setelah fase halving pada 2025, risiko penurunan lebih lanjut dalam jangka pendek masih membayangi pasar kripto.

Artikel ini telah dibaca 11 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Swasembada Energi Berpotensi Hemat Hingga Rp939 Triliun per Tahun

30 June 2025 - 19:57 WIB

Pemerintah Longgarkan Impor Nampan Demi Dukung Program Makan Bergizi Gratis

30 June 2025 - 19:56 WIB

Percepat Pembangunan 1.000 Dapur MBG di Pesantren, Tiga Lembaga Teken MoU

30 June 2025 - 19:55 WIB

Pemerintah Deregulasi Impor 10 Komoditas, Dorong Investasi dan Daya Saing Nasional

30 June 2025 - 11:02 WIB

Permintaan Turun, Pemerintah Dorong Diversifikasi Ekspor Batu Bara RI ke Luar China dan India

30 June 2025 - 10:59 WIB

Total Energies Kembali ke Indonesia, Akuisisi 24,5 Persen PI Blok Migas Bobara Papua Barat

30 June 2025 - 10:55 WIB

Trending di Ekonomi