Suaraindo.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan bahwa pengeluaran yang ditanggung untuk menangani penyakit akibat rokok di banyak wilayah ternyata lebih besar dibandingkan dengan pendapatan dari pajak iklan rokok.
“Pajak dari iklan rokok daerah itu hanya sekitar Rp150 juta, sedangkan pengeluaran mereka untuk penyakit akibat rokok kurang lebih Rp5,4 miliar,” kata Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Benget Saragih dalam temu media di Jakarta, Kamis.
Ia juga menyebutkan bahwa berdasarkan laporan kepala dinas kesehatan di 50 kabupaten/kota, pengeluaran rumah tangga terbesar di daerah-daerah tersebut adalah untuk membeli rokok, melebihi pengeluaran untuk kebutuhan lain seperti makanan sehat.
“Pengeluaran nomor satu di Sumatera Barat itu untuk rokok, padahal pendapatan dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tidak seberapa dibandingkan dampak penyakit akibat merokok yang bisa menghabiskan biaya sampai Rp5,4 miliar per tahunnya,” ujarnya.
Berdasarkan data survei 2017, meskipun penerimaan negara dari rokok sebesar Rp147 triliun, pengeluaran untuk menangani penyakit akibat rokok tercatat lebih tinggi, yakni Rp435 triliun.
“Ada 21 penyakit akibat perilaku merokok, termasuk rawat jalan dan rawat inap. Kemudian dampaknya itu, karena dia tidak bekerja (akibat sakit), jadi kebutuhan sehari-hari mereka hilang kan, tidak terpenuhi, sehingga dari yang dihisap itu (rokok), mereka bisa kehilangan pendapatan,” tuturnya.
Oleh karena itu, Benget menekankan pentingnya implementasi regulasi yang lebih ketat terkait rokok, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur soal rokok elektronik dan konvensional.
Kemenkes juga berusaha agar peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok ditingkatkan dari 30-40 persen menjadi 80 persen. Selain itu, Benget juga menyoroti pentingnya pengaturan kemasan rokok yang terstandarisasi untuk menurunkan prevalensi perokok anak.
Kemasan standar akan mengurangi daya tarik produk dan meningkatkan efektivitas kampanye untuk mengurangi jumlah perokok, serta mencegah perokok baru.
Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, jumlah perokok di Indonesia mencapai 70,2 juta, dengan 63,1 juta di antaranya merupakan perokok dewasa, sementara 5,9 juta lainnya adalah perokok anak usia 10 hingga 18 tahun.
Hal ini menjadikan Indonesia sebagai pasar rokok terbesar ketiga di dunia, padahal enam dari sepuluh kematian di Indonesia disebabkan oleh kebiasaan merokok.